Bab 494
"Dia nggak mencintai istri yang dipaksakan padanya oleh Keluarga Isman. Dia mencintaiku!" Natasha kalap dan mencengkeram leherku, berusaha menusukkan jarum suntik ke pembuluh darahku.
Dia benar-benar gila dan mengira bahwa orang yang Joko cintai adalah dirinya.
Mungkin Joko mencintai perempuan lain, tetapi perempuan itu bukanlah Natasha yang sangat egois ini.
"Genmu ada di darahku. Benar-benar menjijikkan," ujarku. Ya, baik Shani maupun Sanny memiliki gen Natasha.
"Jijik? Hahaha! Biarpun Joko nggak mencintaiku, anaknya tetap akan tertarik pada genku!" Natasha tertawa seperti orang gila. Mungkin inilah balas dendamnya.
"Secerdas apa pun Vincent, dia tergila-gila pada Shani dan hidupnya ada di tanganku." Natasha merasa dengan mengendalikan Shani nomor dua, dia bisa mengendalikan Vincent.
Sebelumnya, aku terlalu banyak menghirup gas bius. Tubuhku benar-benar lemas.
Jarum suntik Natasha menusuk pembuluh darah di leherku dan obat perlahan-lahan disuntikkan.
Rasa panas mulai menjalari tubuhku.
Aku tahu, hidupku mungkin tidak akan lama lagi.
Ini adalah obat yang biasa digunakan untuk eutanasia pada hewan.
"Kamu terlalu meremehkan Davin." Aku menggertakkan gigi dan meraih pergelangan tangan Natasha. Dengan sekuat tenaga, aku menjatuhkan dia dan menahannya di bawahku. Aku kemudian merebut jarum suntiknya dan menusukkan jarum itu ke lehernya. "Matilah bersamaku ... "
Jika Natasha mati, Davin akan selamat.
Darah terus mengalir dari sudut bibirku.
Area putih mataku sudah memerah seakan-akan darah merembes ke luar.
Tubuhku mulai kejang dan sepertinya detak jantungku juga mulai bertambah cepat.
Natasha menatapku dengan ngeri. Dia baru tersadar setelah aku menyuntikkan sisa obat di jarum suntik ke tubuhnya.
Aku tidak sanggup lagi menahan rasa sakit yang menusuk tubuhku. Aku pun meringkuk di lantai.
Kesadaranku makin menipis.
Sekali lagi, aku mengalami kematian ...
Aku terkejut dengan kehebatan teknik hipnotis Yeno. Jika benar aku Sanny dan bukan Shani, Yeno sungguh luar biasa. Karena di ingatanku, aku benar-benar bisa merasakan kematian Shani.
Jadi, saat kematian menjemput lagi, aku tidak begitu takut dan malah merasa tenang.
Obat yang kusuntikkan ke tubuh Natasha juga sudah bereaksi. Tubuhnya kejang hebat.
"Kalian ... nggak akan ... berhasil ... " Natasha berbicara terputus-putus.
Yang dia maksud dengan "kalian" mungkin adalah kelompok pemberontak.
Penglihatanku makin kabur.
Aku meringkuk di lantai dan perlahan menutup mata. Air mataku yang menetes sudah bercampur dengan darah.
"Davin ... "
Sebelum mati, aku ingin menyebut nama Davin.
Aku benar-benar jatuh cinta padanya.
Ya, aku sangat mencintainya.
Sayangnya, aku bukan Shani.
Cintaku untuknya tidak ada artinya.
"Teruslah hidup ... "
"Davin ... kamu harus hidup ... "
"Shani!"
"Shani!"
"Bangun!"