Bab 495
Pintu laboratorium terbuka dan banyak orang masuk dengan tergesa-gesa.
"Shani!"
"Shani!"
Apakah ini hanya imajinasiku? Aku seperti mendengar suara Ben dan Clara.
"Shani!"
Ada juga suara Davin dan Arya.
"Pergi! Jangan sentuh dia!" teriak Davin sambil mengangkatku ke pelukannya.
Polisi telah mengepung laboratorium ini. Semua subjek eksperimen sudah dilepaskan dari sel.
Sepertinya, subjek nomor 63 yang berhasil kabur dengan bantuan kelompok pemberontak sudah melapor ke polisi.
Polisi seharusnya tidak ingin terburu-buru menggerebek lokasi ini. Namun, Davin mungkin khawatir Natasha akan menyakitiku.
Jika lokasi laboratorium sampai bocor, sindikat akan berusaha menutupi jejak dan akan makin sulit ditemukan.
"Davin ... " Kesadaranku makin hilang. Jari-jariku yang lemah terangkat, ingin menyentuhnya. "Kamu seharusnya nggak ke sini ... "
Dia seharusnya bersabar dan membiarkan polisi menyelidiki Natasha. Mereka pasti akan menemukan dalang di balik semua ini.
Namun, semuanya sudah terlanjur terjadi sekarang.
"Nggak ada yang lebih penting dari kamu ... nggak ada yang lebih penting dari kamu," ujar Davin dengan panik sambil memelukku erat. "Shani, kamu akan baik-baik saja."
"Aku ... mencintaimu ... " Jari-jariku akhirnya menyentuh wajah Davin sebelum akhirnya terkulai. Kesadaranku hilang sepenuhnya.
Aku tidak tahu apakah kalimat terakhirku itu aku katakan dengan jelas.
Aku juga tidak tahu apakah Davin bisa mendengarnya.
Aku hanya merasa sayang jika kalimat itu tidak diucapkan.
"Waktu itu aku seharusnya membawa dia pergi. Vincent, kamu memanfaatkan dia untuk menemukan tempat ini. Dasar bajingan! Kamu yang membunuhnya!" Melihatku tak bernapas lagi, Arya lepas kendali dan memukul Davin.
Aku tertegun melihat semua kejadian ini. Saat aku mencoba untuk menyentuh Davin lagi, tanganku seperti menembusnya.
Rohku seakan-akan sudah meninggalkan tubuhku.
Ketika Shani hampir mati waktu itu, aku juga merasakan hal yang sama. Rohku terpisah dari tubuh.
Ternyata dalam keadaan sekarat, rohku masih bisa menyadari apa yang terjadi di sekelilingku.
"Jangan sentuh dia!" Davin balas memukul Arya. Jika Ben dan Yesa tidak segera menengahi, mereka benar-benar akan berkelahi di sini.
Meski merasa tak berdaya, kali ini aku bisa lebih tenang daripada sebelumnya. Aku tahu, aku tidak bisa menghentikan mereka, jadi aku hanya memperhatikan.
"Shani belum mati! Kalian sedang apa?" bentak Clara dengan marah. Dia memeriksa denyut nadi di leherku. Meskipun sangat lemah, denyutnya masih ada.
"Cepat! Bawa ke rumah sakit!"
Ben merebutku dari pelukan Davin dengan khawatir. Emosi Davin sedang labil sekarang.
Aku mengikuti mereka dari belakang, mengulurkan tangan untuk meraih tangan Davin.
Meskipun tidak bisa menyentuhnya, aku masih ingin menggandengnya.
Arya mengikuti di belakang Ben dengan tergesa-gesa, ingin melihat keadaanku.
Tiba-tiba, Davin menghentikan langkahnya dan menatap ke arah rohku.
Aku tertegun. Apakah dia bisa melihat wujud rohku?
"Aku tahu kamu di sini." Dia tidak bisa melihat rohku, tetapi dia tetap berbisik, mencoba berbicara padaku.
Roh tidak bisa merasakan apa-apa. Namun, seandainya bisa, hatiku pasti merasa hangat saat ini.
Dia mengatakan bahwa dia tahu aku ada di sini.
Saat ini, air mataku juga pasti akan menetes.
Aku perlahan bersandar di bahu Davin. Aku ingin seperti ini saja selamanya. Pasti menyenangkan.
Benar juga, kehidupan yang bahagia membuat orang menjadi malas.
Aku bahkan berangan-angan ingin bersembunyi di tempat terpencil tanpa memedulikan apa pun. Bisa hidup tenang bersamanya seperti itu, alangkah baiknya.
"Davin, orang-orang sindikat nggak akan melepaskan kita begitu saja. Sampai pimpinan sindikat tertangkap, di mana pun kita nggak akan aman," bisikku sambil mengikuti di samping Davin.
"Tunggu sampai semuanya selesai," bisikku lagi.