Bab 4
Saat mereka membutuhkan aku, aku datang.
Aku sudah menderita selama tiga tahun, dan sekarang mereka ingin mengusirku begitu saja. Mana bisa semudah itu?
"Baiklah."
Aku bukan orang bodoh. Di bawah atap orang lain aku harus menunduk, bersikap seolah-olah aku berterima kasih. "Terima kasih, aku pasti akan pergi jauh dan nggak akan pernah kembali!"
"Ayah, Ibu, lihat saja, dia masih berani! Tadi malam dia tidur di ranjangnya Stefan! Dasar perempuan murahan, rasanya ingin kubunuh dia ... "
Valentina tidak bisa menahan amarahnya, dan hendak menamparku.
Kali ini, aku menghindar dari tangannya. "Nona Valentina, Pak Stefan suka perempuan yang lembut. Kalau wajahku lebam, itu akan merusak citramu."
"Perempuan jalang! Kamu itu cuma dianggap mainan sama Stefan, kamu cuma penggantiku!"
Valentina meludah dengan penuh kebencian, tetapi akhirnya dia tidak lanjut memukuliku.
Hanya saja, sebelum pergi, dia menatapku dan berkata dengan sombong, "Tunggu saja, malam ini Stefan akan melamarku. Setelah malam ini ... kamu enyah dari sini!"
"Melamar?" pikirku.
Aku menunduk, kukuku menancap ke telapak tangan.
Malam itu, meskipun sangat enggan, Valentina tetap mengajakku ke lokasi acara.
Tempat itu adalah hotel pribadi, properti milik Stefan sendiri.
Tempat itu dihias megah, menunjukkan betapa Stefan memanjakan Valentina.
Valentina melirikku dengan muak. Lalu, diiringi banyak orang, dia naik ke lantai atas.
Aku merasa kurang enak badan, jadi aku bersandar di sofa untuk beristirahat.
Setelah beberapa saat, tamu-tamu terus berdatangan.
Kulihat sekelilingku, semuanya orang penting dan tokoh besar dari kalangan atas.
Acara pertunangan ini benar-benar megah.
Aku mulai gelisah. Kalau Stefan melamar Valentina malam ini, aku harus bagaimana?
Aku berdiri dan berjalan ke balkon, menghirup udara dingin untuk menenangkan diri.
Saat hendak kembali setelah merasa agak tenang, tiba-tiba aku mendengar suara laki-laki. "Pak Stefan, kamu benar-benar yakin mau bertunangan malam ini? Kekasih kecilmu itu kelihatannya menarik juga."
Itu suara Hans.
Tubuhku menegang, lalu terdengar suara pria lain, jelas suara Stefan, terdengar santai dan tak peduli. "Dia? Terlalu banyak nonton drama. Dia pikir gampang sekali menyentuh hatiku. Aku cuma main-main."
Hans tertawa mengejek. "Tapi, bagaimanapun juga, dia menganggapmu sebagai kakak iparnya, dan sudah melayanimu tiga tahun penuh. Kamu nggak tersentuh sama sekali?"
"Dia cuma melakukan semua itu demi uang. Ketulusannya itu cuma akting. Apa yang bisa menyentuh dari itu?"
Mendengar itu, wajahku seketika pucat. Jantungku seolah-olah jatuh ke jurang.
Stefan... apa dia sudah tahu siapa aku sebenarnya?
Dengan penuh ketakutan aku pergi dari sana, tidak berani mendengar lebih lanjut.
Tidak lama kemudian, pesta pun dimulai secara resmi. Stefan muncul di hadapanku.
Valentina berdiri di sampingnya di atas panggung, semua wanita di ruangan itu menatap iri.
Melihat pemandangan itu, dadaku terasa sakit.
Lalu, aku ini apa?
"Ada si pelakor itu ya, kasihan banget. Semua usahanya cuma buang-buang waktu!"
Di telingaku terdengar ejekan.
Pemandangan di depanku sangat menyakitkan mata, aku tidak tahan lagi, dan langsung berbalik lari keluar aula.
Tanpa kusadari, di atas panggung, Stefan melihat kepergianku dengan wajah dingin.
Saat aku melamun di luar, aku bertemu dengan Hans.
"Nona Sheila, pesta pertunangan Pak Stefan akan segera dimulai. Tanpa kamu, bagaimana bisa lengkap?"
Dia mengernyit, lalu menyuruh para pengawalnya menahanku.
Aku tidak bisa melawan, dan akhirnya diseret ke taman belakang.
Mawar merah tersebar di hamparan rumput yang berkilau, menciptakan pemandangan yang sangat menakjubkan.
Aku pun tertegun melihat Valentina mengenakan gaun pengantin putih, elegan seperti angsa putih, berdiri di ujung hamparan mawar.
Begitu aku muncul, semua mata tertuju padaku, dan seketika aku tampak seperti lelucon.
Valentina melangkah mendekat, gaun pengantinnya berayun di rumput, dan karena dia memakai sepatu hak tinggi, dia lebih tinggi satu kepala dariku.
"Adikku, kamu jangan terlalu sedih. Kakak iparmu tadi janji akan mencarikan pria baik untuk menikahimu."
Awalnya, dia bicara dengan nada kasihan, lalu dia mendekat ke telingaku.
Dia berbisik pelan, hanya bisa kudengar sendiri, suaranya kejam, bagaikan orang berbisa. "Sheila, perempuan rendahan sepertimu cuma pantas dijadikan mainan ... Masih berani bermimpi tentang Stefan? Kamu nggak pantas."