Bab 483
"Aku sudah dalam perjalanan," balas Alice.
Alice melirik ke luar jendela mobil, menyadari bahwa mereka sudah berada di dekat gedung Grup XS. Dia pun menambahkan, "Sekarang aku sudah sampai."
"Aahh, kenapa kamu nekat sekali? Kalau kamu sampai tertangkap, apa aku harus mengajukan permohonan kunjungan penjara untuk bisa bertemu denganmu kalau aku kangen? Huhuhu, aku nggak mau ... " teriak Mitha histeris.
"Tutup mulutmu yang suka mengundang nasib buruk itu. Aku ke sini hanya untuk mencari seseorang, sekalian bertemu dengan guruku, lalu segera pergi," jawab Alice.
Mitha menanggapi, "Huhu, apa masih sempat kalau sekarang aku memanggil pasukan pengawal kerajaanku untuk melindungimu?"
"Nggak perlu," tolak Alice.
Lebih mudah baginya untuk bergerak sendirian. Jika banyak orang yang datang, justru lebih mudah baginya ketahuan.
Pada saat itu, mobil van perlahan berhenti di depan pintu masuk.
"Oke, aku sudah sampai. Nanti aku hubungi lagi," kata Alice sambil menutup telepon. Tepat pada saat itu, akun Tanpa Nama yang terhubung dengan WhatsApp-nya memberi tahu ada pesan masuk. Alice segera beralih ke akun tersebut.
Pemimpin Aula Bintang: "Aku mengirimkan hadiah untukmu."
Pesan itu diikuti oleh sebuah foto. Alice membukanya, lalu matanya langsung dipenuhi keterkejutan. Pertanyaan pertama yang muncul di benaknya adalah, bagaimana dia tahu kalau Alice adalah Gagak?
Meskipun mereka pernah beberapa kali berhadapan secara daring, Alice yakin bahwa dia tidak pernah meninggalkan jejak apa pun yang bisa membongkar identitasnya!
Satu-satunya kemungkinan adalah catatan transaksi Aula Bintang. Namun, catatan itu sudah dihapus!
Berbagai spekulasi memenuhi pikirannya. Namun, semua dengan cepat berubah menjadi ketenangan. Jika lawannya bisa menduduki posisi sebagai Pemimpin Aula Bintang, tentu saja kemampuannya tidak bisa diremehkan.
Senyum tipis terlukis di bibir Alice saat dia dengan cepat membalas pesan tersebut: "Terima kasih. Mau bertemu sebentar? Vulcan."
Karena identitasnya sudah terbongkar, Alice tidak lagi berniat menyembunyikannya.
Bagaimanapun juga, tujuan utamanya malam ini adalah orang ini!
"Bos, bagaimana kalau kita masuk lewat pintu belakang saja? Kalau kamu menunjukkan undanganmu, identitasmu akan terbongkar. Mungkin sebelum kamu sempat masuk lewat pintu depan, kamu sudah akan ditangkap," kata Yofie dengan cemas sambil melihat ke arah polisi di luar.
Alice melihat bahwa Pemimpin Aula Bintang belum membalas pesannya. Jadi, dia menyimpan ponselnya, melepas sabuk pengaman, lalu berkata, "Nggak masalah. Kalau aku terus jadi pengganggu, Raja Film Bastian yang seperti es itu akan membuatku beku seperti balok es."
Sambil berkata begitu, Alice melirik sekilas ke arah Bastian yang duduk di kursi belakang dengan wajah dingin.
Yofie terbatuk kecil, lalu bertanya, "Lalu, apa rencanamu nanti?"
"Tenang saja, mereka nggak akan bisa menangkapku," jawab Alice sambil membuka pintu mobil dan melangkah keluar.
Yofie ingin mengikutinya untuk menjalankan tugas sebagai asisten Alice. Namun, Bastian menariknya kembali, lalu berujar, "Sayang, dia punya caranya sendiri untuk menyelesaikan masalah ini. Jangan ikut campur."
Yenardo dan putranya tiba di pintu masuk Grup XS. Melihat situasi di mana semua orang sibuk mencari Gagak, Rowen tampak terkejut.
Dia awalnya berpikir bahwa satu-satunya pesaing mereka adalah Grup XS. Selama mereka bisa menandatangani kontrak dengan Gagak sebelum Pedro bertindak, semuanya akan beres. Namun, siapa sangka seluruh kota ikut-ikutan mencari Gagak?
Rencana mereka yang awalnya sudah matang, kini harus disesuaikan dengan situasi yang ada.
Saat pasangan ayah dan putranya itu sedang memverifikasi undangan di pintu masuk, Rowen secara tidak sengaja melihat Alice keluar dari mobil van. Matanya langsung berbinar.
Meskipun pintu mobil segera ditutup, dia sempat melihat Yofie ada di dalam mobil. Dia yakin masih ada orang lain di dalamnya!
Yofie adalah asisten Gagak. Jadi, bukankah orang yang ada di dalam mobil itu adalah Gagak?
"Ayah, aku menemukan Gagak. Dia ada di dalam mobil itu! Yofie juga ada di dalam," kata Rowen dengan suara pelan kepada Yenardo.
Yenardo mengikuti pandangan putranya dan menemukan Alice. Sekilas kebencian tampak di matanya. Lalu, dia mengalihkan pandangan ke arah mobil van yang perlahan-lahan menuju tempat parkir bawah tanah.
"Cepat, hentikan dia!" seru Yenardo.