Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 484

Alice berjalan menuju pintu masuk utama. Saat melewati Yenardo dan putranya, Alice melihat mereka mengejar mobil van yang membawa Bastian. Sebuah senyum mengejek terukir di sudut bibir Alice. Alice kembali fokus, melangkah dengan anggun menuju pintu masuk. Sepatu hak tingginya menimbulkan bunyi yang menarik perhatian banyak wartawan dan media. Semua mata tertuju padanya. Bahkan dokter sakti tanpa nama juga datang untuk mencari Gagak? Para wartawan begitu bersemangat ingin segera mendekatinya untuk melakukan wawancara. Namun, sayangnya petugas keamanan yang menjaga ketertiban di tempat itu membuat mereka tidak bisa mendekat. "Tolong tunjukkan undanganmu," kata seorang petugas keamanan yang menghentikan langkah Alice di pintu masuk. Alice baru saja akan mengambil undangannya dari tas tangan, ketika tiba-tiba seorang anak kecil berpakaian rapi berlari keluar dari lobi. "Dia adalah kakakku!" kata Eden. Sejak tadi, dia menunggu di meja resepsionis, mengamati semua tamu yang datang, sambil berharap menemukan Gagak di antara mereka. Namun, alih-alih menemukan Gagak, dia malah melihat Alice. Dia yakin bahwa Alice pasti datang ke sini untuk belajar langsung dari ahlinya, sama seperti dia! Untung saja dia cerdas dan ikut datang ke sini. Jika tidak, dia mungkin akan ketinggalan lagi. Anak-anak yang datang ke acara ini memang tidak banyak. Karena Eden selalu berada di meja resepsionis, dia sudah dikenal oleh petugas keamanan di sana. Jadi, mereka pun membiarkan Alice masuk tanpa memeriksa undangannya. Yang tidak mereka ketahui adalah di berbagai sudut gedung, puluhan orang sedang memantau semua ini melalui rekaman dari kamera pengawas. Mereka adalah para peretas yang termasuk dalam 100 besar dunia. Meretas sistem kamera pengawas adalah hal yang mudah bagi mereka. Bagaimanapun juga, mereka tidak melakukan sesuatu yang terlalu berlebihan. Mereka hanya sedikit mengatur sudut kamera agar bisa melihat siapa yang menunjukkan undangan di pintu masuk. Pihak Grup XS juga tidak menghentikan tindakan mereka, seakan menyetujui perbuatan mereka. Seluruh kota sedang mencari Gagak. Semua orang menggunakan keterampilan mereka sendiri. Tentu saja, ada juga banyak peretas yang datang bukan hanya untuk mencari Gagak, tetapi lebih tertarik pada sosok S dan Vulcan yang lebih legendaris. Mencari Gagak hanyalah bagian dari misi mereka. Di dalam lobi. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Alice. Eden memasang ekspresi yang menunjukkan "Kamu tidak bisa mengelabuiku, aku sudah tahu tujuanmu", lalu menjawab, "Sama seperti kamu." Alice meliriknya sekilas sembari bertanya, "Apa kamu tahu untuk apa aku datang?" "Bukannya kamu datang ke sini untuk mencari guru, lalu belajar cara curang?" kata Eden dengan penuh keyakinan. Alice terdiam. Alice benar-benar ingin membuka kepala adik kecilnya ini untuk melihat apa yang sebenarnya ada di dalam pikirannya setiap hari. "Kamu sebaiknya pergi ke atas untuk menemui Ayah dan Kakak dulu. Aku akan menunggu di sini sebentar lagi," kata Eden sambil melambaikan tangan pada Alice saat dia melihat ada orang lain yang mendekati pintu masuk. "Siapa yang kamu tunggu?" tanya Alice secara refleks. "Guruku," jawab Eden dengan gaya yang dibuat-buat seolah penuh rahasia. "Kapan kamu menjadi muridnya? Apa kamu sudah selesai membaca buku-buku yang aku berikan?" tanya Alice dengan nada heran. Eden tetap fokus menatap pintu masuk. Dia menjawab, "Sedang aku baca. Membaca buku dan mencari guru nggak saling bertentangan. Nanti, kalau sudah ketemu, aku akan langsung minta untuk menjadi muridnya." Alice tidak bisa berkata-kata. "Baiklah, kamu tunggu saja di sini," ujar Alice karena masih ada urusan. Dia berjalan ke arah lift, tetapi Eden tiba-tiba memanggilnya. "Tunggu dulu, hari ini hari apa?" ujar Eden. Melihat mata hitam Eden yang penuh harap, Alice mengeluarkan dua permen cokelat dari tas tangannya. Ini adalah sisa dari pagi tadi. Lalu, Alice menyerahkannya pada Eden. Alice menjawab, "Hari Anak, hari spesial untuk anak kecil." Eden menunjukkan ekspresi seolah tidak suka, tetapi tangannya dengan cepat menerima permen itu. Dia membuka bungkusnya, lalu memasukkan satu ke mulutnya. Rasanya manis sekali. Resepsionis yang melihat kejadian itu tampak terkejut. Dia berpikir dalam hati, "Dik, kamu ini benar-benar plin-plan, ya! Bukankah tadi kamu yang menolak permen? Kamu bilang kalau Hari Anak itu untuk anak kecil saja. Katamu kamu sudah delapan tahun dan nggak merayakan Hari Anak lagi." Lokasi perayaan ulang tahun ketiga terletak di lantai teratas gedung, di sebuah aula besar. Di sana, para petinggi dari berbagai bidang berkumpul. Suasananya penuh dengan kemewahan dan kemeriahan. Saat Alice baru saja keluar dari lift, dia melihat sosok yang sangat dikenalnya berdiri di pintu masuk aula. Pria itu mengenakan setelan jas putih. Rambut pendeknya yang ikal tampak sedikit lebih panjang dari terakhir kali mereka bertemu, setengah terikat di belakang kepala. Kulitnya yang dulu pucat, kini lebih gelap terkena sinar matahari. Itu memberikan kesan yang lebih maskulin pada penampilannya yang sebelumnya terlihat lembut dan memesona. Sekarang, dia terlihat lebih jantan.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.