Bab 485
Owen juga melihat Alice, lalu dia segera meletakkan gelas anggurnya di nampan pelayan sebelum melangkah mendekatinya.
"Hei, Sayang, sudah lama nggak bertemu," sapa Owen dengan akrab.
Sejak terakhir kali mereka bertukar nomor WhatsApp, Alice tidak pernah lagi memperhatikan pria ini. Dia melihat kulitnya yang terlihat lebih gelap, lalu tanpa sadar bertanya, "Kamu baru dari Afria?"
Owen terdiam sejenak sebelum menjawab, "Bagaimana kamu tahu?"
Alice terdiam.
Ternyata benar!
"Mau bicara di tempat lain?" ujar Owen sambil menunjuk ke arah lorong di samping.
Alice sebenarnya hanya ingin cepat-cepat menemukan Vulcan. Dia tidak ingin membuang waktu. Jadi dia berkata, "Apa yang ingin kamu bicarakan? Langsung saja."
Owen berdecak dengan nada kesal, lalu bertanya, "Apa kamu selalu sedingin ini?"
"Kalau nggak ada hal yang penting, kita bicarakan lain waktu saja. Aku masih ada urusan," jawab Alice dengan nada dingin. Dia memandang Owen sekilas sebelum beranjak pergi.
"Memang benar-benar dingin," gumam Owen. Lalu, dia lanjut bertanya, "Untuk apa kamu datang ke sini?"
"Itu bukan urusanmu," balas Alice dengan nada datar.
Saat Alice mencoba berjalan melewatinya, dia mendengar Owen berkata pelan, "Bukankah kamu ingin bertemu denganku?"
Langkah Alice terhenti sejenak. Dia berbalik sambil menatapnya dengan kaget, "Kamu ... "
Apa dia adalah Vulcan?
Namun, bukankah Vulcan adalah Pemimpin Aula Bintang?
Alice pernah mencoba mengujinya sebelumnya. Dia jelas bukan Pemimpin Aula Bintang.
Owen hanya tersenyum misterius. Kemudian, dia berbalik sambil berjalan ke arah lorong. Alice yang penuh kecurigaan, akhirnya mengikuti langkahnya.
Owen membuka pintu kantor dengan ponselnya, lalu menatap Alice, mengisyaratkan agar dia masuk.
Alice melihatnya. Ternyata kata sandi dibuka dengan kode. Tanpa ragu, dia melangkah masuk.
Kantor itu tidak besar, juga tidak ada siapa-siapa di dalamnya.
Alice melirik ponsel di tangannya, tetapi tidak ada balasan dari Pemimpin Aula Bintang. Alice segera mengirim tanda tanya, lalu kembali menatap Owen.
Pria itu tidak menunjukkan reaksi apa pun, hanya masuk dan menutup pintu dengan tangannya.
"Kamu benar-benar keras kepala, ya! Gagak," ucap Owen dengan nada tegas. Jauh dari sikap santainya sebelumnya.
Alice mengerutkan keningnya, menatap Owen tanpa berkedip. Lalu, dia bertanya "Apa maksud perkataanmu?"
Owen mengangkat kening sembari berujar, "Akunmu belum dibuka, tapi kamu sudah mau membuat masalah lagi?"
Alice tertegun.
"Guru?" ujar Alice ragu.
Owen mengangguk dengan wajah penuh misteri, lalu berkata dengan serius, "Kamu dihukum dengan menutup akun selama setengah tahun agar bisa terhindar dari masalah, tapi kamu malah datang ke sini. Padahal semua orang sedang mencari Gagak, tapi kamu masih berani muncul!"
Dia benar-benar gurunya!
Alice hanya bisa mendengarkan teguran gurunya. Namun, dia sama sekali tidak merasa bersalah. Dia hanya menatap wajah Owen yang dipenuhi kolagen, begitu indah dan sulit dibedakan apakah dia pria atau wanita. Rambut ikalnya tampak sangat lebat. Pada saat ini, hati Alice rasanya campur aduk.
Dia selalu mengira bahwa S adalah seorang pria tua dengan wajah penuh keriput, botak, juga penuh penyakit!
Owen dengan sengaja berusaha tampil sebagai guru yang tegas. Namun, dia melihat Alice tidak merasa bersalah, malah menatapnya dengan pandangan aneh.
Ini membuat Owen segera kembali ke sikap santainya. Dia berkata dengan nada sombong, "Bagaimana? Apa penampilan gurumu lebih tampan dari yang kamu bayangkan?"
Alice mengangguk sembari menjawab, "Benar. Anggota tubuh lengkap, rambut masih ada, kulit wajah mulus."
" ... "
Owen meringis, "Jadi maksudnya, menurut kamu sebelumnya aku ini tua, botak, dan cacat?"