Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 5

Keesokan paginya, ketika Vania turun ke bawah, dia melihat Soraya sedang berdiri di depan meja makan sambil mengatur piring dan sendok. Setelah semalaman bersama pria itu, Soraya berhasil mengganti pakaian pelayan dengan gaun batik yang ketat, menonjolkan lekuk tubuhnya. Ditambah lagi, wajah Soraya mirip dengan Vania. Tidak heran Bastian memilih Soraya. Melihat kedatangan Vania, Soraya menyapanya dengan hangat, "Nyonya sudah bangun. Silakan nikmati sarapannya." Wanita itu memiringkan tubuhnya dan memperlihatkan bekas ciuman di lehernya. Selain itu, ada gelang permata yang melingkar di pergelangan tangannya yang ramping. Vania langsung mengenali gelang itu. Gelang itu merupakan gelang warisan Keluarga Alvaro, juga pernah dipakai oleh Ellen. Dia pernah mendengar tentang gelang itu dari Ellen. Bastian pernah meminta Ellen memberikan gelang itu kepadanya, tetapi Ellen menolak karena dia belum memiliki anak. Kini, gelang itu dipakai oleh Soraya. Vania mengepalkan tangan, tiba-tiba merasa bahwa semua yang dia perjuangkan selama ini terasa sangat konyol. Meskipun demikian, dia masih memikirkan hubungan pertemanan dua keluarga, sehingga dia tidak ingin memperbesar masalah. Di sisi lain, dia harus menghadapi kenyataan bahwa Soraya adalah menantu yang diakui Ellen. Bahkan, kemarin di rumah sakit, sahabat Bastian juga tahu tentang Soraya. Hanya dia yang seperti orang bodoh, tertipu oleh janji-janji palsu Bastian. Vania tersenyum pahit. Jika sejak awal Bastian memilih anak itu, dia akan menerima keputusannya dan meninggalkan Bastian, dia pun tidak perlu terus terjebak dalam pernikahan yang penuh kebohongan ini. Begitu mengingat pemandangan di ruang kerja semalam, hatinya masih terasa sakit seperti ditusuk pisau, bahkan dia ingin sekali menampar Bastian. Namun, bukan itu yang dia inginkan. Yang dia inginkan adalah membuat Bastian menyesal seumur hidup. Pada saat itu, Bastian turun ke lantai bawah. Pria itu terlihat segar, tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan setelah aktivitas semalam. Saat berjalan melewati Soraya, terlihat jelas tatapan mesra antara keduanya, membuat Soraya tertunduk malu. Begitu pria itu berbalik, dia baru menyadari wajah Vania yang pucat, seketika dia merasa panik. "Sayang, apa kamu sakit habis kehujanan kemarin? Bagaimana kalau aku cuti saja hari ini dan menjagamu di rumah?" Sekarang Vania ingin segera pergi dari sana. Setiap detik berada di ruangan yang sama dengan Bastian membuatnya merasa tercekik dan muak. "Nggak perlu." Vania menolak. "Pekerjaanmu jauh lebih penting, aku hanya butuh istirahat saja di rumah." Bastian mengerutkan kening, entah mengapa hatinya merasa cemas, biasanya Vania tidak ingin dia jauh-jauh darinya, tetapi anehnya sekarang Vania justru menghindar darinya. Di sisi lain, dia memahami watak Vania. Semua keputusan yang wanita itu ambil, tidak pernah bisa digoyahkan, jadi dia memerintahkan para pelayan di rumahnya, "Jaga baik-baik Nyonya di rumah." Para pelayan di sekeliling saling memandang, seolah-olah mereka sudah kebal melihat kemesraan mereka, akhirnya mereka satu per satu mengangguk. Tepat pada saat itu, Soraya tiba-tiba berdiri, berjalan ke depan Bastian, kemudian secara sukarela merapikan pakaiannya. "Kerah baju Anda kurang rapi, saya bantu rapikan." Sementara Bastian tanpa sadar menunduk dan membiarkan Soraya merapikan pakaiannya. Gerakan tanpa sadar itu paling menyakitkan hati. Para pelayan di sekelilingnya terkejut dan menahan napas. Semua mata tertuju pada Vania, mereka bahkan tidak berani bersuara. Bastian mulai menyadari kecanggungan ini, akhirnya dia mundur, menjaga jarak dengan Soraya, lalu mengucapkan terima kasih dengan sopan. "Aku berangkat kantor." Pria itu berjalan ke samping Vania, kemudian menunduk dan mencium kening istrinya sambil berkata dengan lembut, "Tunggu aku di rumah." Nada suara yang memanjakan pria itu sama dengan yang dia dengar di ruang kerja semalam.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.