Bab 53
Tangan Nayara yang menggantung di udara akhirnya bertumpu di pinggangnya.
Dari balik kemeja putih yang sudah basah, Nayara bisa merasakan lekukan pinggangnya dengan jelas. Seketika itu, yang muncul di benaknya hanyalah gambaran lukisan minyak paling halus dan sempurna.
Ya, garis pinggang Alestan memang bisa memberi orang perasaan semacam itu.
Panas dari pinggangnya menjalar ke telapak tangan Nayara, rasa terbakar itu terlalu aneh, terlalu nyata.
Dia bahkan tidak sadar kalau tindakannya ini cukup lancang.
Alestan terus membimbingnya selangkah demi selangkah, "Kamu mau mandi bersamaku?"
Wajah Nayara yang tersembunyi di dada Alestan memerah.
Tenggorokannya kering, sama sekali tidak bisa mengeluarkan suara.
Alestan mengganti ucapannya, "Aku butuh kamu mandi bersamaku."
Nayara tertegun, mendongak, lalu bertanya balik dengan suara serak, "Kenapa? Kamu takut jatuh waktu mandi?"
Sudut bibir Alestan terangkat membentuk senyum samar.
Alasan itu memang cukup baik.
Awalnya Nayara hanya bermaksud b

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda