Bab 18
Griya Lestari.
Judy melihat makanan berlimpah di atas di meja makan dengan penuh kesedihan, seluruh tubuhnya menggigil.
Sebenarnya Judy tidak pandai memasak. Dia nona muda Keluarga Lirton, seorang wanita kaya. Untuk apa dia melakukan sesuatu yang begitu rendah dan merendahkan diri?
Namun hanya itu yang bisa dia pikirkan, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan untuk Darren.
Darren tidak kekurangan apa pun.
Dengan kekayaan yang melimpah dan kekuasaan yang luar biasa, setiap koki di kediaman Keluarga Sinor adalah koki bintang lima.
Judy menonton video memasak dan mengikuti program memasak agar bisa memasak untuk Darren.
Namun satu kalimat pria itu langsung membuatnya sangat kecewa.
"Judy, orang lain bisa melakukan ini. Kamu nggak perlu melakukannya," kata Darren.
Judy berkata, "Itu beda!"
"Apa bedanya?"
"Apa yang kubuat beda dari apa yang dibuat oleh para koki itu!"
"Semuanya sama saja bagiku." Nada Darren terdengar sangat dingin di tengah kebisingan di sekitar.
Judy benar-benar tertegun, wajahnya pucat pasi saat menggenggam ponsel.
"Kak Darren ...."
"Oke, sopir akan datang dalam sepuluh menit dan mengantarmu pulang."
Darren mengakhiri panggilan setelah mengatakan itu.
Setelah beberapa saat, akhirnya Judy tersadar. Dia berbalik dan menatap punggung tangan yang memerah karena percikan minyak dengan air mata bercucuran.
Lima menit kemudian.
Sopir tiba dan berdiri di pintu dengan hormat sambil berkata, "Nona Judy, Pak Darren menyuruhku untuk mengantarmu pulang."
Judy mengepalkan tangan, wajahnya memucat dan dia bergegas keluar pintu tanpa menoleh ke belakang.
"Nona Judy!"
...
Bar.
Vinnia bersandar malas di dada Darren sambil memainkan dasinya.
"Judy?"
Darren tetap diam.
"Nggak kusangka putri dari Keluarga Lirton yang terpandang akan masak untuk seseorang," kata Vinnia, "Aku penasaran bagaimana rasanya?"
Vinnia agak penasaran.
Dulu dia pandai memasak.
Meskipun tumbuh di Keluarga Sinor yang memiliki banyak koki terampil, Vinnia tidak berhak makan di meja saat Kakek Seth tidak ada di rumah.
Keluarga Sinor selalu memusuhi Vinnia. Kalau bukan berkat perlindungan Kakek Seth, mungkin dia sudah lama diusir.
Namun Vinnia tidak berani berharap terlalu banyak, dia sudah terbiasa makan makanan sederhana.
Hanya saja terkadang dia juga mendambakan makanan lezat yang disiapkan oleh para koki tersebut.
Jadi Vinnia diam-diam belajar dari mereka dan menguasai sekitar 80% keterampilan para koki.
Suatu kali Vinnia diam-diam menyelinap ke dapur untuk memasak tiga makanan dan satu sup. Sebelum dia sempat makan, sang koki sudah menyajikannya sebagai makan malam.
Dengar-dengar malam itu ....
Nafsu makan Darren cukup besar.
Saat itu Vinnia sudah lama mengagumi Darren. Melihat sang kekasih menikmati masakannya, dia tentu saja merasa senang.
Namun Vinnia tidak pernah memasak lagi sejak kebakaran lima tahun lalu.
Dia takut api.
Api yang berkobar membuat Vinnia memiliki trauma mendalam terhadap api.
Saat syuting, Vinnia melakukan semuanya sendiri sesulit apa pun adegan itu kecuali ada api.
Setiap kali ada adegan yang melibatkan api, dia selalu menyewa pemeran pengganti.
Vinnia mengambil gelas, mengaduk isinya dengan lembut sebelum menghabiskannya dalam sekali teguk.
...
Di pintu masuk bar.
Sebuah Maybach panjang diparkir di depan pintu.
Sopir membuka pintu belakang dan menatap Darren.
"Pak Darren, silakan."
Darren menoleh ke arah Vinnia. "Masuk."
Vinnia berkata, "Nggak perlu, Pak Darren. Aku akan suruh sopir menjemputku."
Pria itu mencengkeram pergelangan tangan Vinnia dan mendorongnya ke kursi belakang. "Kamu nggak berhak memutuskan."
Vinnia terkejut dan mendarat ke kursi belakang. Detik berikutnya, Darren masuk ke mobil dan pintu mobil ditutup.
Dia terkejut selama beberapa saat, tetapi langsung tenang.
"Pak Darren ingin mengantarku pulang?"
Darren menatap lurus ke depan tanpa bicara.
"Karena mau mengantarku pulang, ngapain begitu dingin padaku?"
Vinnia memeluknya erat-erat. "Katakan. Kalau kamu terang-terangan membawaku pulang dan bertemu Judy, bagaimana kamu akan menjelaskannya?"
"Kenapa?" Darren mengangkat alis, "Kamu takut padanya?"
Setelah itu, dia memberi instruksi kepada sopir, "Kembali ke Griya Lestari."
"Baik."
Sopir menginjak gas.
Sebelum bisa duduk dengan benar, guncangan kuat mendorong Vinnia ke belakang, nyaris membuatnya jatuh dari kursi belakang.
Darren menarik wanita itu kembali ke dalam pelukan. "Duduk yang baik."
Dia membawa Vinnia kembali ke Griya Lestari untuk memastikan satu hal lagi.
Darren mengakui kalau dia tidak menyerah.
Saat Vinnia menunduk, pikirannya kacau balau.
Griya Lestari?
Vila itu adalah tempat biasanya Darren tinggal. Dia lebih suka ketenangan dan tidak suka diganggu, jarang membawa siapa pun kembali.
Tangan Vinnia perlahan meraih tas.
...
Setengah jam kemudian.
Mobil itu berhenti di ruang bawah tanah Griya Lestari.
Setelah setengah jam berkendara, Vinnia sudah mengantuk.
Pintu mobil dibuka.
Darren menatapnya dengan dingin. "Keluar dari mobil, apa aku masih harus mengundangmu?"
Vinnia berkata, "Ngapain begitu kasar? Pak Darren, nggak bisa bersikap lebih lembut pada wanita?"
"Aku nggak pernah lembut pada wanita."
"Masa? Apa Pak Darren nggak punya sopan santun terhadap wanita?"
Vinnia berkata sambil mengangkat tangannya perlahan, "Bisa bantu aku keluar dari mobil?"
Darren mengerutkan kening, menatap tangan ramping yang ramping dan halus, serta begitu indah.
Dia tanpa sadar mengulurkan tangan dan perlahan membuka telapak tangan untuk menopang tangan wanita itu.
Dengan bantuan Darren, Vinnia perlahan turun dan berdiri tegak.
Darren tiba-tiba meraih pergelangan tangan Vinnia dan berjalan ke lift.
Dia terlihat sangat ingin melakukan sesuatu dan semakin tidak sabar sampai Vinnia kesulitan mengimbangi langkahnya.
"Darren! Ngapain kamu!?"
Pria itu menariknya ke dalam lift.
Lift ini adalah satu-satunya lift VIP di seluruh vila yang disediakan khusus untuk Darren.
Dia menekan tombol lantai dan meremas tangan wanita itu.
Tidak lama kemudian, lift pun berhenti.
Darren masih menggenggam tangan Vinnia dan menuntunnya ke pintu, lalu mengambil dua jari wanita itu dan membuka sensor sidik jari.
Vinnia syok.
Pantas saja hari ini pria itu membawanya kembali ke Griya Lestari.
Tujuannya adalah memverifikasi sidik jari.
Dulu Darren membeli Griya Lestari yang bisa menyimpan tiga sidik jari.
Dua di antaranya adalah milik Vinnia.
Pria ini begitu teliti hingga bisa terpikirkan untuk melakukan verifikasi sidik jari.
Vinnia menarik tangan dengan gugup, tetapi Darren mengunci pergelangan tangan wanita itu dan menatapnya dengan curiga.
"Kenapa?"
"Mau apa kamu?" Vinnia terkekeh, "Pak Darren, ini kunci sidik jarimu. Ngapain menekan jariku di atasnya?"
"Mana tahu kalau nggak dicoba?"
"Masih perlu dicoba?" Vinnia tertawa marah, "Aku belum pernah ke sini, mana mungkin aku punya sidik jari di sini?"
Menyadari keraguan Vinnia, Darren bertanya dengan nada menantang, "Ngapain menghindar? Merasa bersalah?"
"Heh ...." Vinnia ragu sejenak dengan senyuman merekah, "Pak Darren masih belum menyerah, 'kan? Masih curiga aku wanita itu?"
Senyuman tersungging di bibir Darren. "Kalau begitu, buatlah aku menyerah sepenuhnya."
Dia berkata sambil mencengkeram jari wanita itu dan menekannya ke sensor.
Vinnia berjuang mati-matian dan berkata dengan nada dingin, "Sepenting itukah aku adalah orang itu atau bukan?"
Darren menyela dengan kesal, "Penting atau nggak, bukan kamu yang memutuskan!"
"Kalau dia memang sepenting itu, kenapa nggak memilihnya lima tahun lalu!?" tanya Vinnia, "Dia bisa saja selamat, 'kan?"
Emosinya memuncak.
Saat Vinnia sadar dan mulai tenang, dia langsung menyadari tatapan pria itu terlihat agak jenaka.
"Sudah menunjukkan sifat aslimu, ya?"
Ledakan emosi itu menegaskan jati dirinya.
Kalau tidak, untuk apa begitu gelisah?
"Aku nggak mengerti apa maksudmu," kata Vinnia, "Nggak kusangka Pak Darren akan membawaku kembali untuk hal sekecil itu!"
Setelah itu, Vinnia langsung menepis tangan pria itu, "Aku pulang dulu."
Vinnia hendak pergi sebelum ditarik kembali oleh Darren dan dibanting ke dinding.
Pria itu menunduk dan mendekatkan wajah ke wanita itu, menjebaknya dalam ruang sempit di antara mereka. "Sudah kubilang, kamu nggak berhak memutuskan!"
Sambil berbicara, Darren menggenggam tangan Vinnia lagi dan menekan jari telunjuk wanita itu ke sensor sidik jari.
Verifikasi dalam dua detik ....