Bab 17
Sharleen mengeluarkan ponselnya, "Aku bisa keluar dari Keluarga Wirawan, bahkan bercerai dengan Aditya. Tapi sebelum pergi, aku harus keluar dengan kepala tegak dan nama yang bersih. Kalian menuduhku mencuri, 'kan? Baik, aku lapor polisi, biar polisi yang selidiki kebenarannya!"
Tito membentak, "Omong kosong! Kamu merasa masih kurang malu di rumah, sekarang mau membuat malu di luar juga?"
"Betul, bisakah jangan mempermalukan kami lagi? Aib keluarga nggak boleh diumbar keluar." Leoni juga tidak setuju.
"Kalian takut kehilangan muka, jadi mau membiarkanku menanggung tuduhan mencuri? Maaf, bagiku, harga diriku lebih penting dari apa pun."
Tanpa banyak bicara, Sharleen langsung menekan nomor polisi.
Tito berusaha merebut ponselnya, tapi Sharleen masih muda, jadi bisa menghindar dengan lincah. Dia segera berlari ke kamar mandi dan berhasil menelepon polisi.
"Kurang ajar!"
Tito sangat marah dan segera menelepon Aditya.
"Segera pulang sekarang juga! Sharleen berengsek, berani-beraninya menyuruh polisi datang ke rumah!" Tito berteriak marah pada putranya di ujung telepon.
Aditya yang sedang sibuk, di kantor, "..."
Apa yang terjadi?
Bukankah Pagi tadi dia masih diperlakukan Sharleen seperti anak emas dan menyuruhnya membawanya kembali?
Sekarang tiba-tiba dipanggil berengsek?
Bahkan orang secerdas dan setenang Aditya pun jadi agak bingung.
"Ayah, apa yang terjadi sebenarnya?"
"Sharleen mencuri kalung kakak iparmu yang harganya senilai sepuluh miliar, bahkan sempat berkelahi dengannya dan bersikeras nggak mau mengakuinya. Kami suruh kembalikan, dia malah telepon polisi. Cepat pulang!"
Aditya kaget.
Berkelahi?
Mencuri?
Untuk sesaat, dia bahkan merasa kagum pada Sharleen.
Tapi dia bisa merasakan, orang tuanya sekarang pasti sudah sangat membenci Sharleen. Mungkin kalau dia buru-buru pulang, malah bisa dapat kesempatan cerai.
Maka dia segera menghentikan pekerjaannya dan mengemudikan mobil pulang ke rumah Keluarga Wirawan.
Di halaman sudah terparkir dua mobil polisi.
Sharleen benar-benar memanggil polisi dan sedang memberi keterangan.
Saat dia masuk, kebetulan mendengar Sharleen mengadu pada seorang polisi dengan suara bergetar.
"Benar, aku memang bukan dari keluarga kaya. Aku hanya beruntung bisa menikah ke Keluarga Wirawan. Tapi sejak kecil orang tuaku mendidikku, untuk nggak mengambil barang orang lain, nggak peduli barang sekecil apa pun itu. Apa karena aku miskin, jadi dianggap pencuri? Kalau melihat barang mewah, aku pasti ingin mencuri? Kalau kalian di posisiku, kalian bisa terima?"
Polisi wanita yang mendengarnya, lalu mengangguk setuju saat mendengar perkataan Sharleen.
Mereka yang bisa menjadi polisi kebanyakan juga bukan dari keluarga kaya.
Tapi karena latar belakang bukan orang kaya, lalu dituduh mencuri tanpa bukti, itu memang sangat menyakitkan.
Sandra yang ada di samping tidak terima saat mendengarnya, "Kalau begitu coba jelaskan, waktu itu hanya ada kamu di ruang tamu. Kalau bukan kamu, siapa lagi? Hantu yang curi?"
Sharleen berkata, "Bisa saja kamu yang sengaja memfitnahku. Semua orang tahu kamu nggak menyukaiku. Sejak aku tinggal di rumah Keluarga Wirawan, setiap kata-katamu menusuk. Oh ya, kalung itu juga pemberian mantan pacar suamiku buatmu. Hari ini, dia datang ke rumah, kalian berdua akrab sekali, bahkan menyuruhku serahkan posisiku kalau tahu diri."
"Kamu bicara sembarangan! Aku nggak sebegitu rendahnya."
Sandra merasa tatapan polisi mulai ragu padanya, jadi buru-buru berlari ke pelukan suaminya, Arvin, "Suamiku, Sharleen benar-benar nggak tahu malu. Usir dia! Aku nggak mau melihatnya lagi."
Arvin mengerutkan alisnya saat melihat rambut Sandra yang kusut dan wajah penuh bekas cakaran, "Istriku nggak mungkin melakukan hal seperti itu."
"Aku juga percaya Kakak Ipar nggak mungkin melakukan itu."
Aditya melangkah masuk dengan wajah dingin.
Setelah melihat Sharleen dengan dingin, dia berkata, "Aku suami Sharleen. Aku bisa bersaksi, Sharleen memang sangat menyukai uang. Jadi nggak aneh kalau orang sepertinya mencuri demi uang."
Saat itu juga, hati Sharleen seakan jatuh ke jurang paling dalam!