Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 4

Bu Lina adalah pembantu yang sudah lama bekerja dengannya. Namun dua tahun lalu, tidak lama setelah Friska mengalami kecelakaan, Bu Lina tiba-tiba berhenti. Clayton memberitahunya, Bu Lina harus pulang ke negaranya untuk merawat cucu-cucunya. Wenny tidak cocok dengan masakan Negara Itana dan saat Bu Lina tidak ada, dia menjadi kurus sampai Clayton merasa kasihan. Clayton menelepon lintas negara untuk belajar masak langsung dari Bu Lina. Tampang serius Clayton saat itu masih sangat jelas dalam ingatan Wenny. Namun sekarang, saat mengingatnya kembali, dia merasa semua itu sangat konyol. Wenny tidak tahu bagaimana bisa keluar dari bandara atau bagaimana kembali ke mobilnya. Tiba-tiba ponselnya berdering. Dia menekan tombol jawab dengan kaku. "Kak Wenny, orang yang menyerangmu di mal sudah ketemu!" Wajahnya langsung dingin. "Tunggu aku." Ketika Wenny sampai, orang itu sudah dipukuli cukup parah. Beberapa hari lalu, dia dan Clayton pergi ke mal untuk membeli pakaian dan aksesori pesta. Namun di dalam mal, mereka diserang penjahat. Anak buah mengira itu musuh bebuyutan Clayton, jadi mereka fokus melindungi Clayton. Tapi ternyata, orang itu justru mengincar Wenny. Peluru melukai betis Wenny. Dia terpaksa dirawat di rumah sakit selama dua minggu dan rencana hadir ke pesta batal. Ketika penyerang yang digantung itu melihat Wenny, matanya tampak tidak percaya. Dia lemah, tapi merasa marah dan berteriak sekuat tenaga. "Ternyata kalian yang menculikku! Di mana Clayton! Suruh dia keluar! Waktu itu, dia jelas bilang nggak akan mempermasalahkannya lagi. Jadi ini apa? Mau mempermainkanku?" Wenny hanya merasa kepalanya berdengung, pikirannya langsung kosong. Orang-orang yang mengelilinginya mendadak berubah ekspresi dan menendang penyerang itu. "Kalau masih berani bicara sembarangan, aku robek mulutmu!" Mereka memukul dan menendang orang itu hingga tidak bisa bicara. Erwin, salah satu anak buah, mendekat dan berkata, "Kak Wenny, jangan percaya kata-katanya, mungkin dia sengaja adu domba." Wenny sempat terpaku cukup lama, seakan baru menemukan suaranya sendiri. Di wajah pucatnya, muncul senyum tipis. "Bagaimana kalau semua yang dia bilang itu benar?" Erwin melihatnya dengan kaget. "Kak Wenny ...." "Erwin, aku mau tanya sesuatu padanya, kalian keluar semua." Erwin khawatir, tapi melihat mata Wenny yang tegas, dia terpaksa melambaikan tangan menyuruh semua rekannya keluar. Sebelum pergi, Wenny memanggilnya. "Jangan biarkan hal hari ini tersebar keluar." Erwin merasa Wenny seperti menjadi orang lain, tapi nyawanya diselamatkan olehnya. Dibanding Clayton, dia lebih setia pada Wenny. Pintu ditutup, Wenny berjalan tenang ke arah pria yang terbaring di lantai. "Ceritakan semua yang kamu tahu." Pria itu meludahkan darah di mulutnya, gigi yang copot ikut bercampur dalam genangan darah itu. Dia tersenyum sinis. "Selingkuhan suamimu, membayarku memukulmu sampai lumpuh. Suamimu tahu, jadi menutup mulutku dengan uang. Sesederhana itu. Masih mau tahu apa lagi?" Kuku Wenny menancap ke kulit telapak tangannya sendiri, tapi wajahnya tetap dipaksa terlihat tenang. Mata pria di lantai itu tiba-tiba berubah licik. Detik berikutnya, saat Wenny lengah, sebuah kawat besi tiba-tiba melilit lehernya. Erwin yang berjaga di luar mendengar suara dan langsung menendang pintu. Leher Wenny terlihat berdarah! Mata Erwin membelalak dan demi menyelamatkan Wenny, dia terpaksa membiarkan penyerang itu kabur. Dokter baru saja mengganti obat Wenny, lehernya ditutupi beberapa lapis perban. Pada saat inilah, Clayton menerobos masuk. Keningnya penuh keringat, matanya merah menyala. Begitu matanya melihat leher Wenny, dia menendang kursi di samping dengan keras. "Siapa? Siapa yang berani menyakitimu! Di mana dia?" Tatapan Wenny perlahan berpindah ke arahnya. Dia mengerahkan seluruh tenaga, mencoba melihat pria di depannya dengan jelas. Saat pertama kali tiba di Negara Itana, dia bahkan belum bisa berdiri stabil. Apalagi, ada kakak tiri beda ibu yang ingin membunuhnya. Kejadian paling parah adalah saat dia ditebas empat kali, darah di punggungnya mengalir deras seperti keran yang rusak. Wenny menggendongnya ke bahu tanpa memedulikan nyawanya sendiri. Di malam musim dingin yang membeku, Wenny yang tanpa alas kaki membawanya ke rumah sakit demi menyelamatkan nyawanya. Setelah sadar, Clayton langsung menahan kepala Wenny, lalu mencium bibirnya dengan kuat. Dia menempelkan dahi ke kening Wenny, suaranya serak. "Wenny, ternyata saat seseorang hampir mati, baru tahu apa yang paling nggak bisa dilepaskan." Clayton tidak bisa melepaskannya. Tapi beberapa tahun kemudian, hatinya tidak bisa melepaskan wanita lain. Dada Wenny terasa kosong, seolah ada yang diambil dari dalam dirinya. Tatapannya tenang dan datar. "Nggak apa-apa, aku bisa urus sendiri."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.