Bab 11
Setelah Yani bertanya lagi pada rekan kantornya, dia hanya mengangguk pelan dan menutup telepon sambil berkata, "Oh."
Yasmin merasa heran dengan reaksinya, lalu bertanya, "Siapa orangnya?"
"Dia nggak bilang, katanya ingin memperkenalkannya langsung saat pertemuan."
Ekspresi Yani tampak bingung, bahkan sedikit kesal. "Apa maksudnya bersikap misterius seperti ini? Nama saja nggak diberi tahu."
Yasmin mencoba menenangkan. "Mungkin dia ingin memberimu kejutan."
Yani mengangguk pelan. "Baiklah, anggap saja begitu. Tapi kalau orangnya bukan versi yang lebih baik darimu, semacam Yasmin versi 2.0, aku pasti kecewa dan orang itu hanya terlihat seperti sok penting saja."
Yasmin hanya terdiam menanggapi.
Yani kembali menyalakan mesin mobil dan mengingatkan, "Jangan lupa janji kita hari Sabtu."
Yasmin melirik ke arah setir mobil yang digenggam Yani. Entah kenapa, dia merasa tangannya gatal ingin mencobanya. Sudah lama dia tidak menonton balapan mobil lagi.
...
Sejak hari itu, Yasmin hampir setiap hari menghubungi Rendra, menanyakan kondisi Kelvin.
Menurut Rendra, Kelvin sekarang berubah menjadi sosok pekerja keras yang sudah seperti pasien kronis, kerja terus tanpa henti.
Setelah perusahaan mereka tiba-tiba menerima suntikan dana sebesar 200 miliar, semangat Kelvin langsung melonjak. Keesokan harinya, dia langsung kembali tenggelam dalam pekerjaannya.
Yasmin yang khawatir Kelvin terlalu memaksakan diri ingin menelepon langsung untuk menasihatinya, namun ternyata nomornya sudah diblokir.
Karena Yasmin menguasai teknik peretasan, menghubungi Kelvin sebenarnya hanya butuh satu detik saja. Tapi kalau dia benar-benar melakukannya, hubungan kakak-adik mereka yang sudah kacau hanya akan makin memburuk.
Maka Yasmin memutuskan untuk tidak melakukannya.
Dia berniat menunggu waktu yang tepat untuk datang langsung dan melihat kondisi Kelvin sendiri.
Hari Sabtu, sesuai janji, Yasmin dan Yani bersiap menonton pertandingan balap mobil. Setelah selesai bersiap, Yasmin hendak berangkat.
Awalnya, Yani bilang akan menjemput, tapi tiba-tiba ada urusan mendadak, jadi Yasmin harus berangkat sendiri.
Sebelum bercerai, Yasmin menggunakan mobil atas nama Cakra. Kini, dia telah membeli sebuah mobil baru, Land Rover putih, untuk kendaraan pribadinya.
Perjalanan ke lokasi balapan menurut peta memakan waktu sekitar satu setengah jam.
Namun, dengan keahlian menyetirnya yang luar biasa dan tanpa melanggar batas kecepatan, Yasmin berhasil tiba hanya dalam waktu satu jam.
Dia langsung menuju ke ruang VIP yang telah dipesan oleh Yani.
Saat itu, penonton sudah mulai berdatangan. Meski area VIP tidak seramai tribune biasa, tetap saja jumlah orangnya cukup banyak.
Yasmin menghindari staf yang hampir menabraknya, lalu terus berjalan ke depan.
Berdasarkan urutan nomor ruang VIP, tinggal beberapa langkah lagi sebelum dia sampai di tempatnya.
Tepat di depannya, ada satu ruangan yang pintunya terbuka. Di dalam ada orang-orang yang sedang mengobrol. Awalnya Yasmin tidak berniat memperhatikan, dan ingin langsung lewat saja.
Namun tiba-tiba, dia mendengar sebuah nama yang sangat tidak asing.
"Benar, nama perusahaan gim-ku Aksara Runa."
Aksara Runa?
Perusahaan gim itu adalah pesaing langsung perusahaannya Kelvin.
Tak disangka, Yasmin justru bertemu mereka secara kebetulan.
Langkah Yasmin langsung terhenti.
"Aku tahu kamu berinvestasi karena kakakku," ucap seorang pria dari dalam ruangan. "Meski aku enggan mengakuinya, untuk pertama kalinya, aku merasa sangat bersyukur punya kakak seperti Shayna. Dulu waktu kecil, aku sering dipukul karena dia, sekarang aku anggap semuanya lunas!"
Yasmin terdiam, terkejut.
Dari ucapan dan nada suara itu, dia langsung bisa menebak siapa orang itu.
Yang sedang berbicara adalah adik laki-laki Shayna, Miko Kamara.
Dia juga anak tiri dari bibinya Yasmin.
Miko seumuran dengan Kelvin, itu yang dikatakan bibinya padanya.
"Kalau bukan karena kamu, Pak Cakra, perusahaan kami sama sekali nggak mungkin bisa merekrut begitu banyak talenta teknis. Oh ya, Pak Cakra, apa boleh aku memanggilmu Kak Cakra?" Suara Miko penuh dengan rasa menjilat dan rasa terima kasih.
Mendengar itu, wajah Yasmin langsung memucat.
Seperti yang sudah dia perkirakan, suara Cakra pun menyusul. "Kamu adiknya Shayna, berarti kamu juga adikku. Nggak perlu terlalu sungkan denganku."
Miko tampak sangat senang. "Baik, Kak Cakra!"
Suara Cakra terdengar ramah. "Lakukan yang terbaik, Anak muda."
Yasmin sangat jarang melihat Cakra memberikan semangat kepada anak muda, kecuali kepada adik kandungnya sendiri, Nancy.
Alasan Miko mendapat perhatian seperti itu dari Cakra hanya satu. Dia adalah adik dari Shayna.
Sesederhana itu.
Cakra tahu bahwa Yasmin punya seorang adik laki-laki. Namun selama tiga tahun pernikahan mereka, Cakra sama sekali tidak pernah menanyakan kabar tentang Kelvin, apalagi berusaha untuk bertemu dengan keluarganya. Bahkan jika Kelvin berdiri tepat di depan Cakra sekarang, dia tetap tidak akan mengenalinya.
Inilah bedanya antara dihargai dan diabaikan.
Dulu, kalau menghadapi situasi seperti ini, Yasmin pasti akan merasa terluka dan murung dalam waktu lama.
Tapi sekarang mereka sudah bercerai, Yasmin pun telah melepaskan Cakra dari hatinya. Dia tak lagi menyimpan harapan apa pun terhadap pria itu.
Tanpa harapan, maka kekecewaan pun tak akan terlalu dalam.
Meski begitu, rasa tidak nyaman tetap ada. Untungnya, Yasmin kini sudah mampu menenangkan diri dan mengatasi emosi negatif itu dengan cepat.
Sementara itu, Miko, yang dengan susah payah bisa dekat dengan Cakra, jelas tak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka ini. Lagi pula, Cakra adalah salah satu orang paling berpengaruh Kota Lohari. "Kak Cakra, kakakku sebentar lagi akan ikut balapan. Kenapa Kakak nggak nonton di ruanganku saja? Aku yang pilih tempat ini, sudut pandangnya paling bagus!"
Beberapa tahun terakhir, Cakra memang tidak pernah menunjukkan minat terhadap dunia balap. Dulu Yasmin sempat bingung kenapa dia bisa muncul di acara seperti ini.
Sekarang semuanya terasa masuk akal.
Dia sama sekali tidak menyangka bahwa Shayna ikut serta dalam lomba balap mobil.
Cakra berkata, "Baik, aku keluar sebentar untuk menelepon."
Karena ruangan yang dipesan Yani berada di depan, Yasmin sengaja menunggu sampai pintu ruangan mereka tertutup sebelum berjalan ke sana.
Dengan begitu, dia tidak akan terlihat.
Namun suara-suara di lorong menunjukkan bahwa Cakra memang benar keluar untuk menelepon.
Lorong itu hanya satu jalur, jadi Yasmin dengan cepat mundur ke belakang.
Dia bersembunyi di sudut lorong dan menunggu beberapa menit. Ketika merasa Cakra mungkin sudah selesai menelepon, Yasmin berbalik dan melangkah kembali.
Tanpa diduga, dia malah bertabrakan langsung dengannya.
Yasmin langsung berhenti di tempat.
Jarak mereka tidak sampai satu meter. Ini adalah kali pertama Yasmin berada sedekat ini dengan Cakra sejak perceraian mereka.
Yasmin masih bisa mencium aroma parfum pria yang familier dari tubuh Cakra.
Wangi yang mampu membangkitkan kenangan masa lalu dan membuat jantungnya terasa menegang sesaat.
Hari ini, Cakra mengenakan pakaian kasual, tidak seperti biasanya yang selalu mengenakan jas resmi yang memberi kesan penuh tekanan. Meski begitu, pesona dan wibawanya tetap tak bisa disembunyikan. Anggun dan berkelas. Tapi tatapan yang dia arahkan kepada Yasmin tetap dingin dan acuh tak acuh.
Kalau Yasmin tidak salah ingat, pakaian yang dikenakan Cakra saat ini dulunya adalah pakaian yang dia ambil langsung dari toko, sesuai perintah Cakra sendiri.
Itu bukan hadiah, hanya sekadar permintaan.
Meski begitu, karena cintanya yang begitu besar pada Cakra, Yasmin selalu ingin memberikan yang terbaik. Dia bahkan sering membeli pakaian berdasarkan selera Cakra, berharap bisa membuatnya senang. Tapi apa pun yang dia beli atas inisiatif sendiri, Cakra tidak pernah mau memakainya.
Namun kini, di jari manis tangan kiri Cakra, masih tersemat cincin pasangan dari Shayna.
Apa ... dia memang tidak pernah melepas cincin itu?
Begitu melihat Yasmin, tatapan Cakra sempat menunjukkan sedikit keterkejutan, namun segera kembali datar.
Sama seperti biasanya, pria itu menghadapi Yasmin tanpa banyak ekspresi. Suaranya pun tetap dingin dan tak berperasaan. "Sejak kapan kamu tertarik dengan balapan mobil?"
Dulu, Cakra pernah duduk di dalam mobil yang dikemudikan Yasmin.
Kalau saja dia sedikit memperhatikan, pasti dia akan tahu bahwa kemampuan menyetir Yasmin tidak biasa. Tapi nyatanya, Cakra tak pernah peduli.
Yasmin menjawab singkat, "Aku menemani teman."
Cakra membalas tanpa emosi, "Alasan itu cukup masuk akal."
Jelas sekali, Cakra tidak memercayai perkataannya. Dia mengira Yasmin sudah lebih dulu tahu bahwa Shayna akan ikut balapan hari ini, lalu sengaja menyusul ke sini, tujuannya untuk mengganggu waktu kebersamaan mereka.
Yasmin sempat ingin membuka mulut untuk menjelaskan.
Namun setelah berniat bicara, dia kembali mengurungkan niat.
Karena sekalipun dia menjelaskan, Cakra tetap tidak akan percaya. Justru malah akan menganggapnya sebagai pembelaan yang semakin mencurigakan.
Tidak perlu membuang-buang kata.
"Besok jam enam, pulang ke rumah lama," kata Cakra, lalu melirik jari manis kiri Yasmin yang sudah tidak memakai cincin kawin.
Selama tiga tahun pernikahan, Yasmin tidak pernah melepas cincin itu sekalipun.
Sekarang, Yasmin masih juga berpura-pura di hadapannya.
Apakah sandiwara sepihak ini belum juga berakhir bagi Yasmin?
Tanpa menyembunyikan kekesalannya, Cakra menunjukkan wajah dingin dan segera berbalik meninggalkan tempat itu.