Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 5

"Be ... benar, Bu Yasmin nggak ada menghubungi saya. Saya juga sudah mencoba meneleponnya, tapi nggak berhasil. Mu ... mungkin saya sudah diblokir." "Brak!" Cakra meletakkan sendoknya dengan keras, wajahnya muram, lalu berdiri dan pergi tanpa berkata apa-apa. Bi Lina terdiam. Dia baru sadar bahwa dugaannya keliru. Selama ini dia pikir Cakra adalah orang yang tidak mudah marah. Namun ternyata, begitu Yasmin membuatnya kesal, dia juga bisa kehilangan kesabaran. Semula Bi Lina merasa Yasmin sebaiknya memberi pelajaran pada Cakra dengan membiarkannya sendiri beberapa hari. Namun kini, dia berubah pikiran. Sebagai orang luar saja dia bisa melihat kalau Cakra lebih luluh pada pendekatan lembut, bukan keras kepala. Dan Yasmin tentu lebih tahu hal itu. Seharusnya sejak awal dia tidak memainkan strategi tarik-ulur seperti ini. Gara-gara sikap Yasmin kali ini, hari-harinya sebagai pembantu rumah tangga pun ikut jadi berat. Benar-benar bikin orang kesal. ... Cakra tiba di kantornya dan setelah menyelesaikan rapat rutin, tak lama kemudian sekretarisnya masuk sambil membawa sebuah tas hadiah. Cakra membukanya. Di dalamnya ternyata hanya ada sebuah cincin polos. Dia langsung teringat ucapan Joni yang mengatakan bahwa Yasmin telah menjual cincin pernikahannya dan bahkan terlihat mengunjungi toko perhiasan lain. Jadi, selama dua hari terakhir, rupanya dia sedang mempersiapkan ini? Mungkin sebentar lagi juga akan muncul sambil membawa kotak makan siang ke kantor. Cakra langsung mengernyit. Dia menutup kotak cincin itu dan menaruhnya begitu saja ke samping, lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Beberapa saat kemudian, dia menelepon Luki dan berkata dengan suara dingin, "Hari ini, jangan biarkan Yasmin masuk ke kantor!" Dia tidak menyukai permainan seperti ini Begitu panggilan ditutup, kotak cincin itu langsung dia lempar ke tempat sampah. ... Senin pagi. Hari kerja. Yasmin tiba di kantornya tepat waktu dan duduk di meja kerjanya. Awalnya, setelah menikah, dia memang tidak bekerja. Namun suatu ketika, saat jamuan keluarga, tanpa kehadiran Kakek Surya, ibunya Cakra, Yunita, menyindirnya di depan semua orang. Dia mengatakan Yasmin tidak melakukan apa-apa, hanya tahu makan tidur di rumah, belum juga memberikan keturunan, bahkan tidak bisa merawat suaminya dengan baik. Bila bertemu teman dan bicara tentang menantu, dia merasa malu menyebut nama Yasmin. Cakra saat itu hadir, namun tidak membela istrinya sedikit pun. Dia membiarkan ibunya melontarkan kata-kata menyakitkan. Malam itu juga, Yasmin mengirim lamaran kerja. Bukan ke Grup Jiwanto, melainkan ke Grup Sentra. Grup Sentra adalah perusahaan teknologi raksasa yang baru berdiri lima tahun tapi sudah bernilai triliunan. Posisi sekretaris di sana pun hanya bisa ditempati oleh lulusan terbaik dari universitas ternama di seluruh negeri. Yasmin adalah lulusan Universitas Adipura, dengan latar belakang pendidikan yang mumpuni di bidang Ilmu Komputer, jurusan paling bergengsi saat itu. Sebenarnya, dia memiliki kualifikasi untuk masuk ke Departemen Litbang. Namun, pekerjaan teknis biasanya menuntut sistem jam kerja panjang setiap harinya, dan proyek besar sering kali mengharuskannya bekerja siang malam tanpa henti. Jika itu terjadi, dia tidak akan punya waktu untuk mengurus Cakra Akhirnya, Yasmin memilih posisi administratif yang relatif lebih santai dan menjadi sekretaris di kantor presiden direktur. Setelah mengetahui hal ini, Surya sempat menyarankan agar Yasmin pindah ke Grup Jiwanto saja. Toh, itu perusahaan keluarga. Tidak ada jam kerja kaku, tidak terlalu melelahkan, dan lebih fleksibel. Namun Yasmin sangat paham betapa tidak sukanya Yunita padanya. Jika dia masuk ke Grup Jiwanto, itu hanya akan mempermudah Yunita mempermalukannya, dan mungkin akan menuduhnya punya niat lain terhadap warisan keluarga. Di Grup Sentra, tidak ada drama keluarga seperti itu. Yasmin yang sempat menulis surat pengunduran diri minggu lalu karena kehamilan, sekarang memutuskan untuk tidak mengirimkannya. Dia berencana menulis ulang tesisnya, dan Grup Sentra adalah perusahaan teknologi terdepan yang bisa memberinya banyak akses dan sumber daya industri. Dengan pekerjaannya yang cukup santai, dia juga punya cukup waktu untuk fokus mengerjakan penelitian akademiknya. "Yasmin, kenapa hari ini kamu nggak bawa bekal?" Seorang rekan kerja dari meja sebelah bertanya penasaran. Yasmin kadang membawa bekal makan siang yang rapi dan cantik, tapi tiap kali jam makan siang tiba, dia selalu membawa keluar bekalnya dari kantor. Entah diberikan pada siapa. Bekal itu dibuat oleh Yasmin untuk Cakra. Cakra biasa minum alkohol saat menghadiri jamuan bisnis. Keesokan paginya, Yasmin selalu bangun lebih awal untuk menyiapkan bekal makan siang yang ramah lambung untuknya. Sebenarnya, paling praktis kalau Cakra membawa sendiri kotak makannya ke kantor. Tapi dia merasa itu merepotkan, dan bahkan enggan melakukan hal-hal yang sepele seperti itu. Akhirnya Yasmin yang harus membawakan bekal itu ke kantor. Saat waktu istirahat siang tiba, dia naik taksi untuk mengantarkannya. Untung saja jaraknya tak terlalu jauh, dan waktunya masih cukup. Yasmin bergumam pelan, "Aku nggak mau membuat bekal lagi." Sudah tak ada gunanya juga. Tepat saat itu, kepala Sekretariat, Nanda Maharka, masuk dengan langkah tergesa-gesa dan mengumumkan kabar besar. "Presiden Direktur akan kembali ke tanah air hari Senin depan! Kita harus segera merangkum dan menyusun semua dokumen dari tiap departemen agar beliau bisa memeriksa semuanya secara lengkap dan akurat." Nanda mengetuk meja dengan cepat dan penuh wibawa. "Semua, manfaatkan waktu sebaik mungkin!" Dalam beberapa tahun terakhir, Grup Sentra berkembang pesat, dan ini bisa dibilang sebagai sebuah keajaiban. Namun, yang paling misterius dari semuanya adalah pendirinya. Dia terus berada di luar negeri, sibuk membuka pasar-pasar internasional. Sementara di kantor pusat, yang memimpin operasional sehari-hari adalah wakil presiden, Lintang Ferdian. Dia juga pemegang kekuasaan sejati di perusahaan ini, bahkan Yasmin sendiri belum pernah melihatnya. Setelah kejutan dan antusiasme mereda, semua pun larut dalam kesibukan sepanjang hari. ... Grup Jiwanto. Seorang perempuan tiba-tiba muncul di kantor Cakra, tanpa pemberitahuan apa pun. Padahal, untuk bisa bertemu presiden direktur seperti dia, biasanya harus membuat janji jauh-jauh hari. Tapi nama perempuan ini bahkan tidak ada di daftar. Yang membuat semuanya makin mengejutkan adalah Luki turun langsung dari lantai atas, menjemput perempuan itu ke lobi, lalu mengantarnya ke ruang Cakra. Setelah itu, dia keluar dan menutup pintu dari luar. Perlakuan istimewa seperti ini jelas membuat para staf sekretariat terkejut sekaligus penasaran. "Siapa dia? Cantik sekali ... elegan, seperti artis di TV." "Pak Cakra itu paling anti urusan dadakan, tapi hari ini dia membuat pengecualian untuk seorang perempuan. Aneh sekali." "Selama aku kerja di sini, belum pernah aku melihat Pak Cakra berduaan dengan perempuan di ruangannya." Perlahan, bisik-bisik mulai terdengar. "Apa jangan-jangan dia calon istri Pak Cakra?" Setelah menikah, Cakra merahasiakan status pernikahannya. Selain teman-teman dekat mereka, tak ada yang tahu bahwa dia sudah menikah. Cakra adalah pria yang selalu menjaga diri, nyaris tanpa skandal apa pun. Dia dikenal dingin dan tegas, terlebih terhadap lawan jenis. Maka, ketika dia bersikap berbeda terhadap seorang wanita, semua orang merasa itu sangat langka, dan wajar jika muncul dugaan bahwa wanita itu adalah calon istrinya. Di dalam ruang kantor. Begitu melihat Shayna, Cakra langsung menghentikan pekerjaannya. Shayna melangkah ke meja kerjanya, kedua tangan bertumpu di atas permukaan meja. Tubuhnya condong ke depan, dan pandangannya melirik ke jari-jari Cakra yang polos tanpa cincin. Dia bertanya dengan pelan namun tajam, "Kamu nggak terima cincinnya?" Cakra sempat terdiam, sedikit terkejut. "Itu dari kamu?" Bukankah itu dibeli oleh Yasmin untuknya? Shayna tersenyum tipis dan menjawab, "Tadi malam aku sudah berjanji makan malam bersamamu, tetapi Profesor Yohan tiba-tiba ada urusan, jadi aku membatalkannya. Aku memberimu hadiah sebagai bentuk permintaan maaf." Dia menunjukkan cincin di jari manis kirinya. "Merek ini nggak memiliki banyak pilihan cincin untuk pria. Satu-satunya model yang menurutku layak dipakai adalah seri pasangan dari cincin yang kupakai ini. Aku memakainya hanya sekadar iseng, dan untukmu, aku memilih model pria yang menurutku paling estetis. Kamu nggak keberatan, 'kan?" Meskipun dia berkata demikian, Shayna tahu bahwa Cakra tidak akan mempermasalahkannya. Begitu mendengarnya, Cakra baru menyadari bahwa kotak cincin itu sempat dia buang ke tempat sampah. Dia membungkuk, mengambilnya kembali, lalu memperhatikannya dalam diam. Ekspresinya tidak lagi memperlihatkan rasa tidak suka seperti sebelumnya. Wajah Shayna sedikit menegang. "Kamu membuangnya?" Cakra menoleh padanya, tatapannya tenang namun tajam, seolah mampu membaca semua maksud tersembunyi di balik sikap Shayna. Dia membuka kotak cincin itu, mengambil cincin di dalamnya, lalu mengenakannya di jari manis tangan kirinya. Dengan tatapan yang menghangat, Cakra berkata, "Aku nggak tahu kalau cincin itu dari kamu." Ekspresi wajah Shayna akhirnya membaik. Joni pernah mengatakan bahwa Cakra tidak pernah mengenakan cincin kawin, kecuali dalam keadaan yang benar-benar diperlukan. Alasannya tidak sulit untuk ditebak. Cakra bertanya pelan, "Kamu marah?" Shayna menggeleng pelan. "Nggak. Yang kamu benci kan bukan cincinnya." Melainkan, orangnya. Shayna lalu bertanya, "Kamu suka?" Cakra mengangguk ringan, lalu berkata, "Cincinnya bagus sekali." Kemudian dia kembali bertanya, "Kemarin kamu sibuk apa?" Shayna menjawab, "Proyek Profesor Yohan sedang terhambat di satu titik penting. Aku pulang dan membaca berbagai referensi semalaman, tapi belum menemukan jalan keluar. Untungnya, salah satu temanku memiliki perusahaan yang juga menangani teknologi ini. Aku berencana menemuinya dan menanyakan beberapa hal kalau ada waktu." Pemilik perusahaan itu bernama Yani Prameswari. Yang menarik, dia juga lulusan Universitas Adipura, bahkan merupakan adik angkatan Shayna dan hanya terpaut beberapa tahun. Karena sama-sama berasal dari universitas ternama, menjalin relasi dengannya bukanlah hal yang sulit bagi Shayna.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.