Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 7

Yasmin bukan orang yang suka membicarakan urusan pribadinya. Namun karena Carmen benar-benar tampak khawatir, dia menambahkan satu kalimat pelan, "Aku sudah bercerai dengannya." Carmen terkejut, dia berkata, "Kalian bercerai? Tapi kamu sangat mencintainya ... " "Ya, sudah cerai," ujar Yasmin. Carmen dengan cepat mencerna kenyataan itu. Dia benar-benar bisa memahami keputusan Yasmin. Semuanya sangat sederhana. Pak Cakra memang tidak mencintai Yasmin. Perlakuan berpihak yang selama ini terjadi, tidak perlu ditanyakan lagi alasannya. [Apa benar Pak Cakra akan menikahi Bu Shayna?] Begitu kalimat itu meluncur, Carmen langsung menyesal. [Maaf, aku seharusnya nggak menanyakan itu. Lupakan saja, anggap aku nggak bicara barusan ... ] Yasmin hanya menjawab pelan, "Entahlah." Selama tiga tahun dia berusaha menjaga hati Cakra, tapi hati itu tetap dingin. Jika selama itu saja dia tak mampu menjangkaunya, bagaimana mungkin dia bisa memahami apa yang ada di dalamnya? Tak ada lagi yang bisa dibicarakan. Mereka pun menutup telepon. Namun setelah itu, Yasmin justru teringat pada Shayna. Faktanya, Yasmin sudah mengenal Shayna jauh sebelum mengenal Cakra. Barulah setelah mereka menikah, Yasmin tahu bahwa Shayna adalah cinta pertama Cakra. Cinta yang disebut orang "tak tergantikan". Dan alasan mengapa Yasmin bisa sampai mengenal Shayna, itu adalah cerita yang rumit. Singkatnya, Shayna masih ada hubungannya dengan bibi Yasmin. Saat ibunya Yasmin mengalami kecelakaan, sang paman menetap di luar negeri, dan bibinya-lah yang mengambil alih bisnis keluarga yang dulu dirintis oleh kakek Yasmin. Entah kenapa, suatu hari, sang bibi jatuh cinta pada ayah Shayna, dan cintanya begitu menggebu-gebu. Padahal, ibu kandung Shayna sudah lama meninggal dan meninggalkan tiga anak. Tapi meski begitu, bibi Yasmin tetap bersikeras menikah dengan ayah Shayna. Akhirnya, bibi Yasmin menjadi ibu tiri Shayna. Saat itu, keluarga Shayna, yaitu Keluarga Kamara, hanya memiliki perusahaan kecil yang tak dikenal di Kota Lohari. Namun sejak bibi Yasmin membawa seluruh sumber dayanya untuk membantu, perlahan-lahan mereka berkembang hingga menjadi Grup Kamara seperti sekarang. Melalui usaha keras sang bibi selama bertahun-tahun, Keluarga Kamara mulai mendapat tempat di antara kalangan elite kota. Shayna pun berubah menjadi gadis kaya dari keluarga terpandang. Sebelum ibunya Yasmin mengalami kecelakaan, hubungan Yasmin dan bibinya sangat dekat. Bahkan setelah sang bibi menikah dengan ayah Shayna, mereka masih sering bertemu. Yasmin sangat menyayangi bibinya, bahkan menganggapnya seperti ibu sendiri. Namun setelah Yasmin menikah dengan Cakra, sikap bibinya mulai berubah menjadi dingin. Bahkan dalam setahun, mereka bisa tidak bertemu sama sekali. Awalnya Yasmin mengira itu wajar. Bibinya kini punya keluarga sendiri, jadi tentu saja waktunya terbagi. Tapi tetap saja, Yasmin merasa sedih. Meski begitu, dia tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa memahami dan menerima pilihan bibinya, dan sejak itu jarang mengganggunya lagi. Kini jika dipikir kembali, perubahan sikap bibinya padanya tidak sepenuhnya karena sudah memiliki keluarga baru, tapi juga karena Yasmin menikah dengan Cakra. [Rabu malam kamu ada waktu?] Panggilan dari Yani memutus lamunan Yasmin. "Ada." Kemampuan Yasmin dalam menyesuaikan diri sangat kuat, nada bicaranya tidak memperlihatkan keganjilan apa pun. "Ada apa?" [Resto Langit Rasa di Klub Nirwana, aku traktir makan malam.] ... Presiden direktur Grup Sentra akan segera kembali ke negara ini. Selama seminggu penuh, Yasmin harus lembur. Rabu malam pukul delapan, barulah dia sampai di tempat yang disebutkan oleh Yani. Begitu tiba di gerbang utama, Yani sudah keluar dari restoran dengan wajah masam. Yasmin bertanya padanya, "Kamu kenapa?" Yani agak menggertakkan giginya. "Aku mau rayain ulang tahun kamu yang kemarin, tapi tempatnya disewa penuh sama bajingan itu" Merayakan ulang tahun? Tahun ini, saat ulang tahunnya, Yani memang sudah lebih dulu mengajaknya bertemu. Namun saat itu, Yasmin baru saja mengetahui bahwa dirinya hamil. Dia sangat bahagia dan berencana memberi tahu Cakra kabar baik itu di hari ulang tahunnya, jadi dia menolak ajakan Yani. Cakra sudah berjanji akan pulang lebih awal malam itu. Tapi hingga lewat tengah malam, bayangan Cakra pun tak terlihat. Saat Yasmin menelepon, yang mengangkat justru Joni. Barulah Yasmin tahu bahwa Cakra sedang minum-minum dengan teman-temannya dan mabuk, sampai lupa kalau hari itu adalah ulang tahunnya. Keesokan harinya, Yasmin tak bisa menahan diri dan mengirim pesan padanya. [Kamu masih ingat hari apa kemarin?] Setelah menunggu seharian, Cakra akhirnya membalas pesan keesokan harinya. Yasmin membuka ponselnya dengan penuh harap. Kalau Cakra masih mengingatnya, itu saja sudah cukup baginya. Tapi isi pesannya hanya: [Aku pulang jam delapan malam. Siapkan makan malam lebih awal.] Setelah membaca pesan itu, Yasmin merasa seperti disiram seember air es dari kepala hingga kaki. Kalimat seperti ini, sudah terlalu sering dia dengar selama tiga tahun pernikahan. Memang, Cakra membalas. Tapi nadanya lebih mirip atasan memberi instruksi rutin ke bawahan. Dan yang paling menyakitkan, dia sepenuhnya mengabaikan pesan yang Yasmin kirim. Butuh ketidakpedulian yang luar biasa untuk bisa melakukan hal seperti itu. Waktu itu, Yasmin menenangkan dirinya sendiri untuk tidak berharap apa pun dari hari ulang tahunnya. Anggap saja itu hari biasa. Tidak perlu dirayakan besar-besaran. Karena itu, dia sama sekali tidak menyangka bahwa Yani ternyata ingin merayakan ulang tahunnya. Yasmin sempat terdiam lama, dan terkejut dalam hati. Dia bukan tipe orang yang mudah menunjukkan perasaannya, jadi wajahnya tetap tenang seperti biasa. Akhirnya, dia hanya mengucapkan tiga kata pelan, "Aku sangat terharu." Yani menanggapi dengan cemberut, "Terharu apanya, tempatnya saja nggak kebagian ... " Setelah Yani melontarkan komentar pedasnya, dia justru merasa menyesal dan kasihan. "Sudahlah, ini salahku juga. Harusnya aku pesan tempat dari jauh-jauh hari. Tapi siapa sangka? Biasanya datang kapan pun juga pasti ada tempat, eh hari ini malah disewa orang." Sambil bicara, Yani menyerahkan sebuah kantong hadiah kecil. Yasmin menerimanya. "Ini apa?" "Hadiah ulang tahun dari aku. Pegang dulu ya. Sekarang kamu tunggu di pinggir jalan, aku ambil mobil. Kita cari tempat makan yang lebih oke." Selesai bicara, Yani langsung pergi ke arah parkiran. Yasmin memandangi punggungnya yang begitu percaya diri dan santai, lalu menunduk melihat kantong hadiah di tangannya. Di kotak hadiah itu, ada logo dari merek perhiasan. Yasmin langsung mengenalinya. Itu toko yang pernah mereka kunjungi bersama pada hari ketika dia menjual cincin pernikahannya. Dia membuka kantong dan melihat kotak kecil berbentuk persegi di dalamnya. Kemungkinan besar isinya gelang, atau sejenisnya. Jadi, waktu itu Yani diam-diam memang sudah menyiapkan kejutan ulang tahun untuknya? Padahal saat itu Yani bahkan enggan makan bersama dengannya. Tapi ternyata hati Yani begitu lembut dan perhatian. Sekali lagi, Yasmin diliputi rasa haru dan tak kuasa menahan senyum. Itu adalah kali pertama dalam beberapa hari terakhir dia merasa benar-benar bahagia. Namun suasana hati yang baik itu tidak bertahan lama. "Pak Cakra, Bu Shayna, Pak Joni, silakan masuk!" Yasmin mendengar suara lantang dari pelayan restoran begitu dia melangkah ke pinggir jalan. Yasmin sangat mengenal nama-nama itu, tapi dia tak pernah menyangka akan ada kebetulan seaneh ini. Saat menoleh, dia benar-benar melihat Cakra dan Shayna berdiri berdampingan, dikelilingi oleh rombongan yang dipimpin oleh Joni, berjalan masuk ke restoran. Kedua orang di tengah itu tampak serasi luar biasa, seperti pasangan yang diciptakan untuk bersama. Saat mereka berjalan, Cakra beberapa kali melirik ke arah Shayna, dan di matanya ... ada kelembutan yang belum pernah Yasmin lihat sebelumnya. Mata Yasmin menegang, dan tanpa sadar dia melangkah mundur selangkah ... Seorang manajer restoran berseragam Resto Langit Rasa segera menyambut mereka dengan ramah, "Pak Cakra, semuanya sudah disiapkan, tinggal menunggu kalian datang." Shayna yang mendengar ucapan itu menoleh dengan rasa ingin tahu. "Sudah disiapkan apa?" Suara Cakra terdengar lembut dan penuh makna. "Sebentar lagi kamu akan tahu." Shayna semakin penasaran, lalu menoleh ke Joni. "Kalau Cakra nggak mau memberi tahu, kamu saja yang bilang." Joni langsung menanggapi sambil tersenyum, "Kamu bertanya pada orang yang tepat. Aku sudah lebih dulu meninjau tempatnya. Cakra tahu kamu menyukai warna putih, jadi seluruh restoran didekorasi dengan tema putih. Serius, bahkan aku sebagai laki-laki pun ikut terharu melihatnya." Cakra langsung melotot dan berkata dingin, "Diam." Shayna malah tertawa geli. "Jangan disuruh diam, aku ingin dengar lanjutannya. Lanjutkan saja." Joni melanjutkan dengan semangat, "Cakra juga tahu kamu menyukai bunga lily. Dia merangkai sendiri satu buket bunga lili buatan tangan, dan bahkan memesan kalung lili yang dirancang khusus, satu-satunya di dunia ... " Cakra buru-buru menghentikannya. Namun Joni sudah siap sejak awal. Dia segera menghindar ke samping, dan saat itulah pandangannya tertumbuk pada sosok yang sangat dikenalnya. "Yasmin?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.