Bab 14
"Kalau benar mereka berdua sampai menikah, apa kamu pikir Sandi masih akan bisa hidup tenang?"
"Annika, meski kamu nggak memikirkan dirimu sendiri, setidaknya pikirkanlah Sandi."
"Dia itu darah dagingmu sendiri."
"Kamu rela lihat dia menderita?"
Dulu ... aku memang tak rela.
Aku selalu memikirkan dia, takut dia tersakiti, takut dia merasa sedih sedikit saja.
Tapi, apa balasannya?
Dialah yang rela menyakiti dirinya sendiri, bahkan menyakitiku, demi memaksaku, ibunya sendiri, untuk mundur.
Aku tak punya niat untuk menjelaskan panjang lebar, dan hanya berkata datar, "Perempuan itu sangat baik padanya."
Ibu tidak terima dengan jawabanku. "Apa mungkin dia bisa lebih baik dari ibu kandungnya sendiri?"
Aku tersenyum pahit. "Mungkin saja. Toh sekarang dia memanggil wanita itu 'Mama' setiap hari."
Ibu mengernyitkan dahi, jelas dia tak menyangka kalau Sandi bisa sekejam itu.
Dia tak tahu harus berkata apa, hanya diam sambil menggenggam tanganku erat.
Dan justru di saat itu, aku merasa dorongan k

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda