Bab 22
Mendengar ucapanku, Sigit menoleh padaku, sorot matanya rumit dan tak mudah ditebak.
"Annika ... kamu, kamu sudah pulang. Dia nggak ... menyakitimu, 'kan?"
Hah!
Betapa munafiknya dia!
Setelah merasa bahwa aku mungkin sudah berhubungan dengan pria lain, dia langsung berhenti berpura-pura memanggilku "sayang".
"Oh, dia nggak melakukan apa-apa padaku. Kami hanya duduk dan mengobrol sebentar."
Aku mengungkapkan kebenaran dengan santai.
"Maaf ... Annika, aku benar-benar nggak punya pilihan lain."
Sigit masih menampilkan ekspresi tak percaya, pura-pura menyesal dan meminta maaf.
Aku hanya mengangkat bahu. Aku sudah tahu sejak awal dia tak akan mempercayainya.
Lagi pula, Randy mungkin akan menjadi sosok kunci untuk membongkar kebusukan Jenny di masa depan. Jadi aku tak berniat membuang-buang waktu menjelaskan apa pun lagi pada Sigit.
Aku tak lagi menghiraukannya. Aku langsung menarik koperku keluar dari ruang penyimpanan di samping. "Ayo pergi."
Setelah perceraian selesai, aku akan terus men

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda