Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 1

"Cindy, kamu benar-benar mau meninggalkan Samuel dan pergi ke luar negeri?" Di dalam kafe yang tenang, Cindy Rukmana meletakkan sendok di tangannya, memandang sahabatnya yang terlihat terkejut, lalu berkata dengan nada datar. "Aku dan dia sudah bercerai." "Sudah cerai?!" Mendengar kabar mengejutkan ini secara tiba-tiba, sahabatnya, Yana, tampak sangat kaget, lalu segera membela Cindy. "Samuel benar-benar setuju? Selama tiga tahun kamu begitu baik padanya, bahkan batu pun bisa menghangat kalau terus digenggam. Apa dia benar-benar nggak punya sedikit pun perasaan padamu!" Cindy tersenyum tipis, matanya berkilat. Sebenarnya, dia juga tidak tahu apakah pria itu menyetujuinya atau tidak. Setengah bulan lalu, saat dia memberikan surat cerai, Samuel menerimanya sambil menjawab telepon, menandatanganinya tanpa mendengar penjelasan darinya dan langsung pergi tergesa-gesa. Setelah itu, Samuel tidak menanyakan apa pun lagi. Sekarang, tinggal menunggu setengah bulan lagi, Cindy akan mendapatkan surat cerai dan bebas. Baru saja hendak bicara, suara rendah seorang pria terdengar dari belakang mereka. "Sudah selesai bicara?" Kedua perempuan itu serempak menoleh, dan melihat Samuel Ciptadi berjalan mendekat dengan jas panjang hitam dan langkah panjang. Masih terbawa emosi barusan, Yana maju dan bertanya dengan nada tajam, "Samuel, barusan Cindy bilang dia dan kamu sudah ber ...." "Kok kamu datang ke sini?" Cindy menepuk lembut tangan Yana, menggeleng pelan, memotong ucapannya tepat waktu. "Kelihatannya nanti akan hujan, jadi aku sekalian jemput kamu." Cindy pun tersenyum. Setelah berpamitan dengan Yana, dia berdiri dan mengambil tas untuk pergi bersama Samuel. Dalam perjalanan pulang, suara hujan terdengar lembut, tetapi di dalam mobil sangat sunyi. Menghadapi istri yang dulu dinikahinya karena salah situasi, Samuel beberapa kali tampak ingin membuka pembicaraan, tetapi teringat bahwa dia sudah setengah bulan tidak pulang ke rumah. Setelah lama terdiam, pria itu akhirnya seperti baru ingat sesuatu dan bertanya. "Cindy, dokumen yang kamu minta aku tandatangani setengah bulan lalu itu apa?" Sudah selama ini, baru sekarang dia bertanya? Ya, selama ini dia terus mengejar Cynthia, mana mungkin peduli hal kecil seperti ini? Cindy membuka mulut, hendak menjawab, tetapi ponsel Samuel sudah berdering. [Samuel, aku kebanyakan minum, kepalaku sakit banget. Bisa jemput aku nggak?] Nada manja dari seberang membuat jari Samuel yang memegang setir memutih, dan ekspresinya langsung berubah dingin. "Cynthia, aku sudah sering bilang, aku sudah menikah." Suara di seberang terdiam sesaat, lalu berkata, [Lantas kenapa kalau sudah menikah? Dulu mempelai wanita di pernikahan itu seharusnya aku.] Nada acuh tak acuh itu membuat Samuel murka. Selama tiga tahun menikah, Cindy selalu melihat sosok Samuel yang tenang dan terkendali. Ini pertama kalinya dia melihat pria itu kehilangan kendali. Dia tiba-tiba menginjak rem keras-keras, suara gesekan ban di jalanan terdengar nyaring. "Kamu datang nggak waktu itu?!" Suara di ujung telepon langsung diam. Sesaat kemudian, suara di seberang terdengar tersendat, "Maaf, aku nggak akan ganggu kamu lagi." Telepon langsung terputus, tetapi wajah Samuel tetap tidak membaik, malah makin muram. Dia mengetukkan jarinya di setir. Setelah beberapa waktu, seolah-olah pasrah, dia akhirnya mengetik beberapa kata. [Kirimkan alamatnya.] Setelah menerima alamat itu, Samuel menoleh dengan wajah penuh rasa bersalah. Cindy tahu apa yang akan dia katakan, dan lebih dulu berkata, "Kalau kamu ada urusan, pergilah. Aku bisa naik taksi sendiri." Melihat Cindy membuka pintu dan membentangkan payung, Samuel merasa tidak enak hati, lalu berkata dengan pelan, "Setelah selesai, aku akan kembali menemuimu." Cindy mengangguk. Dia berdiri di bawah hujan, menatap mobil Samuel yang perlahan pergi. Matanya dipenuhi emosi rumit. Ini adalah tahun ketujuh dia menyukai Samuel. Dia masih ingat jelas momen ketika dia pertama kali jatuh cinta pada pria ini di lapangan basket. Saat itu, dengan seragam basket, Samuel mencetak sepuluh tembakan, sendirian menembus pertahanan tim lawan, dan menjadi bintang di tengah lapangan. Gadis-gadis penggemar di sekitarnya berteriak, dan langsung menjelaskan pada para siswa baru tentang dirinya. Samuel dari Fakultas Ilmu Komputer, sosok terkenal di Universitas Arunika, berasal dari Keluarga Ciptadi di Kota Sentara. Sayangnya, pria tampan itu hanya menyukai Cynthia Susanto, teman masa kecilnya, dan mereka sudah berpacaran bertahun-tahun. Dia rela menghamburkan uang demi Cynthia, menyewa seluruh taman hiburan hanya untuk merayakan ulang tahun gadis itu. Samuel rela menurunkan harga diri, memohon di depan seluruh kampus hanya karena Cynthia marah dan memblokirnya, gara-gara ada gadis lain menyatakan cinta pada pria itu. Samuel rela menunggu di tengah hujan sampai tangannya beku, walaupun Cynthia membatalkan janji karena ingin pergi manikur dengan teman sekamarnya. Pria itu tetap tidak mengeluh ... Selama empat tahun kuliah, Cindy terus mendengar kisah cinta Samuel dan Cynthia. Dia selalu mengira dirinya hanya akan menjadi saksi seperti karakter figuran dalam novel, menyaksikan akhir bahagia mereka. Sampai dua tahun lalu, Samuel tidak sabar ingin menikahi Cynthia setelah lulus. Cindy tidak diundang, tetapi tetap menghadiri pernikahan itu sebagai teman sekelas. Namun, ketika acara sudah dimulai, Cynthia belum juga datang. Samuel panik dan meneleponnya hingga 99 kali, tetapi yang datang justru pesan dari Cynthia. Gadis itu tidak ingin menikah secepat itu, dan sudah pergi ke luar negeri. Kesabaran Samuel habis pada hari itu. Dia tidak lagi menoleransi tingkah Cynthia, lalu langsung mengambil mikrofon. "Hari ini, aku Samuel memutuskan mengganti pengantin wanita. Adakah perempuan lajang yang bersedia?" Cindy biasanya pendiam dan tidak menonjol, tetapi saat itu jantungnya berdebar kencang. Dia tahu banyak perempuan menyukai Samuel, jadi ketika kalimat itu selesai, dia langsung berdiri. Hari itu, Cindy pun mengenakan gaun pengantin yang kebesaran, menikahi pria yang bahkan tidak bisa mengingat namanya. Selama tiga tahun, mereka hidup bersama dengan damai sebagai pasangan suami istri yang saling menghormati. Sampai lebih dari sebulan lalu, Cynthia kembali ke negara ini. Cindy melihat Samuel yang terus menolak, tetapi tetap tidak bisa menjauh dari Cynthia, dan sadar bahwa mimpinya sudah berakhir. Sudah saatnya Cindy mengembalikan posisi istri Samuel itu. Dia ingin mengabulkan cinta suci Samuel. Dan membebaskan dirinya sepenuhnya. Di tengah hujan deras, Cindy mengirim pesan pada Samuel. [Dokumen yang kamu tanyakan itu ada di laci kursi penumpang. Kalau mau tahu isinya, tinggal buka saja.]
Bab Sebelumnya
1/25Bab selanjutnya

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.