Bab 32
Wulan jelas sangat sedih, bicaranya pun tersendat-sendat. "Aku bangun dan nggak lihat Mama. Aku pikir Mama sudah nggak mau aku lagi."
Aku menggandengnya dan membawanya ke ruang tamu.
Wulan duduk manis di sofa, tapi air matanya terus mengalir.
Aku mengusap air matanya dan menenangkannya dengan lembut, "Ini salah Mama. Tadi bangun terlalu pagi, jadi Mama pikir mau menyiapkan sarapan untuk Wulan. Mama lupa, kalau Wulan bangun dan nggak lihat Mama, pasti akan sedih."
Wulan menatapku dengan mata berlinang, "Benarkah?"
"Tentu saja benar." Aku menenangkannya dengan sabar. "Jadi Wulan jangan nangis lagi ya?"
Wulan berhenti menangis dan mengangguk pelan.
Lalu dia memelukku dan berkata dengan suara kecil, "Tapi Mama, bangun pagi untuk masak pasti capek. Aku mau Mama tidur lebih lama."
Karena sudah ada yang menyiapkan sarapan, aku pun tak perlu merebut tugas orang lain.
Aku mengelus rambut Wulan dengan lembut, "Wulan memang anak yang sangat pengertian."
Wulan tersenyum malu-malu.
Setelah memastik

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda